Posts

Showing posts from December, 2018

TUNGGU AKU ! Aku Mau Pulang Juga !

Image
                                 pict by google. Tunggu Aku ! Aku Juga Mau Pulang ! “Tolong.. tolong aku, aku ingin pulang ke rumah” aku terus berteriak-teriak meminta belas kasihan. Aku terus merengek-rengek bercampur rasa kekhawatiran, Aku sangat kebingungan namun aku tetap tidak dapat menangis,  karena memang sebelumnya aku tidak pernah menangis. Aku mondar-mandir, kepalaku melongok ke kanan dan kiri, kemudian melihat ke arah   bawah sekaligus mendongak ke atas. Sudah dua hari aku seperti ini, aku mencoba membisiki telinga setiap pendaki yang lewat persis di hadapanku. “Ajaklah aku pulang” “aku ingin pulang”  rayuku  “Aishhh.. ternyata percuma saja, aku sempat bertanya-tanya pada diriku sendiri “Mereka pura-pura tuli? Sengaja tidak ingin melihatku? Atau memang tidak mendengarku dan tidak melihatku?” tanyaku kesal. Wajahku semakin kumal, pucat pasi, dan bajuku pun mulai usang. Aku  merasa sangat kelaparan. "Apa mungkin 3 temanku dengan tega meninggalkan

Teori Rindu

Image
Aku berjalan menyusuri jalan sekitaran rumah  yang tanahnya masih lembab, baru saja  kemarin hujan mengguyur amat deras, kemudian sekarang telah usai, dan mulai mengering perlahan. Aku menyematkan doa kemarin di dalam tiap rintik hujan yang jatuh, bahkan kemarin aku segera menaruh tubuhku diam-diam di antara hujan, aku merasakan sesuatu yang lebih sejuk daripada sekedar pagi yang cerah.  “Hai, bagaimana kabarmu hari ini?” “Sudah makan?” “Lusuh sekali, kau lupa mandi?” “Apa kau kesepian?” “Apa kau pura-pura membisu? “ “Kau tidak menjawab pertanyaanku. !” Ah bagaimna aku menjawab, itu pertanyaanku sendiri, bagaimana aku mampu menjawab kalau aku pun menanyakan, artinya tidak tau “Tolol” olokku sendiri. Aku berjalan lagi, aku menemukan genangan kecil yang mulai dangkal, airnya keruh, hal ini menggambarkan bagaimana perasaanku, saat pikiranku mulai tidak suci lagi. Ini bukan masalah kesucian seorang gadis, tapi pikiranku yang mulai rawan, mulai gamang, dan t

Ku Mengecupmu Dan Kau Membisu.

Image
Saat cahaya mentari mulai meremang, aku sudah bersiap-siap bergegas pergi. Bukan karena aku kesepian, bukan karena aku jomblo kemudian sendirian.   Aku menikmati waktu di penghujung sore, aku sengaja menunggu malam. Aku sengaja menunggu gelap, masih ingatkah kau? Aku selalu mengecupmu dimalam hari. Aku selalu mengecup mesra hingga larut malam. Pernah sekali aku hingga lupa ujian, dan melupakan tugasku. Aku sibuk bermesraan, menyatukan bibirku, ah sayang bibirmu bukan seperti bibirku. Kau berulangkali ku kecup dan kau belum pernah membalas kecupanku. Meski dikeramaian orang-orang bergerombol, memainkan gim di Hapenya, sibuk mengobrol dengan kekasihnya. Aku? Aku sibuk dengan kau saja dan tetap saja sesekali mengecupmu, mungkin mereka sebenarnya melakukan hal yang sama. *** Setelah kita   berada dalam satu meja, sengaja aku biarkan terlebih dahulu. Aku unrungkan untuk menikmati melodi romance yang diputar keras memenuhi ruangan kafe. Aku membiarkanmu terlebih dahulu dan sembari

Wanita Di Ujung Senja

Image
          Aku memukul-mukul kepalaku, kemudian menjambak-jambak rambutku yang kumal,    sudah dua hari ini aku begini, ya beginilah. Terus memukul kepalaku, menjambak rambutku, tetapi tetap saja aku  tidak merasakan sakit, karena kesakitannya telah berakhir dua hari lalu karena sesuatu yang menyesak didadaku. Aku terus melakukan rutinitasku seperti yang telah aku sebutkan tadi, memukul dan menjambak, bahkan tanpa memakan apapun, tanpa meminum apapun, kadang aku ingin darah segar, mungkin itu lebih segar daripada  wine  yang sering dicicipi teman-temanku.              Aku ceritakan dua hari yang lalu ketika mentari mulai menyudutkan rembulan, tanpa bebintangan, dan tanpa suara apapun kecuali rintihanku sendiri. Aku seperti membuat ilusi neraka dihadapan mataku, sungguh.! Mataku basah, hidungku basah, basah, basah, dan semuanya telah basah. Bukan karena hujan, ataupun banjir, begitulah memang ceritanya. Bermula saat aku baru saja pulang mengunjungi rumah nenekku, tepat jam

Suara Bisu Yang Menderu

Image
Jarak antara aku dan Tuhanku memang tidak bisa aku mengerti, kata-kata itu terlalu metafora, akan menjadi racun bagi otakku jika terus aku renungi. Nurani ini hidup ditengah kota yang kaya, yang jelata, penuh pesta, dan penuh derita. Aku   tidak perlu pusing-pusing memikirkan jarak antara aku dan Tuhanku. Ada hal intim lagi yang memperbudak pikiranku, selain mengejar idealisme juga bersaing menjadi pertama, atau bahkan bersaing untuk mendapatkan sesuap nasi. Terkadang   ada diantara mereka tidak bertegur sapa karena sesuap nasi, karena perbedaan ideologi, karena perbedaan uang didompetnya, atau perbedaan lainnya. Lembar-lembar cahaya dilangit kota tua ini menceritakan alangkah indahnya malam yang diguyur hujan di selaksa orang-orang yang merasa hidupnya semakin sarat.   Alangkah sempurnanya aku di anugerahi ‘hati’.   Aku menggunakan hatiku dengan seksama, akan tetapi beda halnya dengan otakku yang picik, terkadang menyebabkan luka yang teramat pedih. Hal itu didasari keegoisan,

Ibu

Ibu, Tangannya  melemah dan kering tanpa handbody Rambutnya yang mulai beruban sana-sini Tubuhnya kurus penuh arti Matanya sayu, siang bekerja untuk anaknya, malam bekerja pada Tuhannya. Ia menjadi tonggak setiap masalah yang anak-anaknya hadapi;bahkan meski mereka sudah beristri, bersuami Meski kadang tak enggan menjadi musuh anaknya sendiri karena seleranya tak lagi sama. Di sepertiga malamnya ia berdoa Menahan sesak tangisnya sendiri Mengadu kepada Ilahi Rabbi Anaknya mulai  kurang peduli Anaknya sibuk dengan suaminya, dan anak-anaknya Sang Ibu berdoa 'Semoga nasibnya tidak menjadi ibu yang dilupakan anaknya' katanya lirih di dalam hati. Nafasnya sering tersengal menggambarkan perjuangan Bahunya tak sekekar binaragawati Tapi semangatnya tak pernah tersulut, dan keringatnyalah yang menjadi saksi. Dalam hening sepinya ia merindu Semasa kecil anaknya ditimang Semasa bayi anaknya disayang Kini Ia terkulai lemas dengan cerita pedihnya, Sekarang ia hidup deng

PhsycoMat

Image
“Apa?” aku sangat shock   dengan pernyataannya. “Iya, Nak. Mending kita segera kesana untuk melihat kondisi teman-temanmu Nak.” Aku tergopoh-gopoh bercampur ketakutan jikalau terjadi apa-apa dengan 3 sahabatku di sana. Semua ini bermula dengan ideku. Jadi begini .. *** Kuliah semester genap telah usai, dalam keadaan semacam ini aku bersama 3   sahabatku benar-benar nafsu untuk pergi liburan untuk menyegarkan pikiran yang telah mati bersama tugas setiap hari. “Guys, gimana kalau kita nge-camp di daerah ini “ sambil menunjukkan HP-ku “Lumayan juga, tapi males aku kalau harus bangun tenda-tenda segala” ujar Santi dengan tatapan kurang suka. “Gimana kalau kita nyewa semacam homestay begitu” usul Max alias Marzuki Setelah diskusi panjang kali lebar akhirnya Aku, Santi, Alex, dan Fajar si tukang ‘ manutan’ memiliki kesimpulan yang sama alias saling sepakat, yaitu pergi ke daerah Hutan Arang yang terkenal dengan hutan yang masih perawan serta dikelilingi air terjun