Teori Rindu


Aku berjalan menyusuri jalan sekitaran rumah  yang tanahnya masih lembab, baru saja  kemarin hujan mengguyur amat deras, kemudian sekarang telah usai, dan mulai mengering perlahan. Aku menyematkan doa kemarin di dalam tiap rintik hujan yang jatuh, bahkan kemarin aku segera menaruh tubuhku diam-diam di antara hujan, aku merasakan sesuatu yang lebih sejuk daripada sekedar pagi yang cerah. 


“Hai, bagaimana kabarmu hari ini?”
“Sudah makan?”
“Lusuh sekali, kau lupa mandi?”
“Apa kau kesepian?”
“Apa kau pura-pura membisu? “
“Kau tidak menjawab pertanyaanku. !”


Ah bagaimna aku menjawab, itu pertanyaanku sendiri, bagaimana aku mampu menjawab kalau aku pun menanyakan, artinya tidak tau “Tolol” olokku sendiri.


Aku berjalan lagi, aku menemukan genangan kecil yang mulai dangkal, airnya keruh, hal ini menggambarkan bagaimana perasaanku, saat pikiranku mulai tidak suci lagi. Ini bukan masalah kesucian seorang gadis, tapi pikiranku yang mulai rawan, mulai gamang, dan tak menentu. Baru saja dua malam yang lalu aku mengajak kekasihku bicara, mengajak bersendagurau, bahkan aku mulai  berani menciumnya. Tapi, ah lagi lagi ada tapi, Saat bibirku mengatup bibir manisnya, ranum bibirnya membuat tak beraturan ritme detak jantungku, deg, deg, deg, dan bahkan dorrrRr. Ah sial, lagi lagi malang, tiba-tiba ayahnya harus menelepon dan menyuruh anak perawannya pulang, aku persis semacam perampok yang mencuri perhiasan orang. Ah bahkan dia aku anggap lebih dari sekadar perhiasan, lebih dari berlian, tetapi bidadari, alay memang. Tapi , ah tapi lagi.


Aku ingat persis aroma rambutnya yang mengekal dipikiranku. Waktu itu aku pikir bumi tidak akan berotasi, tahun tidak berevolusi, aku santai saja mencium lama, tanpa harap-harap cemas, ah tapi, tapi lagi. Malang, kekasihku yang malang, tiba-tiba seperti hilang ditelan entah, entah bumi, entah raksasa, atau entah lainnya. Tapi setelah aku berusaha mendatangi rumahnya, ah ayahnya nampak kesal padaku, kalau saja ia raksasa aku adalah santapan yang tepat. Menatap matanya saja aku tak kuasa, kejam, tajam, dan penuh kelam. Wajar saja, setelah semalam bibirnya aku renggut ternyata Tuhan iri, saat kekasihku menyetir mobilnya tiba-tiba Tuhan juga merenggut nyawanya. Hampir aku tidak percaya. Ah ini salahku, andai saja aku tidak merenggut bibirnya mungkin Tuhan tidak akan cemburu.


Aku menatap gemintang yang aku bayangkan sendiri, mana mungkin datang bintang disaat kelam, disaat langit mendung, aku mengingat cerita nenekku, katanya orang yang telah mati berpindah ke surga, lalu ia menjadi bintang yang indah, “katanya”. Aku sendiri belum pernah membuktikannya karena aku belum pernah mati. Kemudian aku ingat persis saat malam itu aku mengkhayal, ia menjadi istriku, dan beranak-pinak, kemudian aku bersamanya selamanya, aku tidak hanya akan merenggut bibirnya, tapi semuanya, yang jelas bukan nyawanya seperti yang Tuhan lakukan. 


Aku menghitung bintang yang aku bayangkan, tapi aku kebingungan yang mana kira-kira kekasihku, aku berpikir lagi, dan lagi. 
Setelah sekian lama tanpa kekasihku aku terbiasa hidup dengan bayangnya, ia tersenyum padaku, mengecupku dipagi hari, sayang. Sungguh sayang, itu akan menjadi mimpi selamanya. Kemudian aku mulai menggila, aku membuat teori yang selalu ditolak setiap orang yang aku temui. Aku  menganggap bahwa setiap air hujan mengandung kerinduan, aku tidak pernah percaya anak IPA, tentang apa kandungan air hujan sebenarnya. Faktanya aku selalu menemui rindu disetiap rintik hujan, bahkan gerimis.
Meski temanku berkali-kali menyangkal teoriku, tapi aku rasa benar.


Pada perdebatan kala itu Aku memilihmemilih me mundur menjauh dari  temanku yang menyangkal teoriku itu, aku membalikkan badan dan terus berjalan sambil memikirkan teori baruku yang aku anggap benar. Tapi aku masih berpikir-pikir lagi bagaimana yang lain tidak setuju denganku, aku pikir ia tidak pernah memiliki cinta, sungguh ia tidak mengerti rindu yang sebenarnya yang setiap saat bisa menyerang kejam dan mencabik-cabik perasaanku yang makin hari hancur menjadi ribuan keping yang tidak terurus selain merindukan.

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang