TUNGGU AKU ! Aku Mau Pulang Juga !

 
                               pict by google.

Tunggu Aku ! Aku Juga Mau Pulang !
“Tolong.. tolong aku, aku ingin pulang ke rumah”

aku terus berteriak-teriak meminta belas kasihan. Aku terus merengek-rengek bercampur rasa kekhawatiran, Aku sangat kebingungan namun aku tetap tidak dapat menangis,  karena memang sebelumnya aku tidak pernah menangis. Aku mondar-mandir, kepalaku melongok ke kanan dan kiri, kemudian melihat ke arah   bawah sekaligus mendongak ke atas. Sudah dua hari aku seperti ini, aku mencoba membisiki telinga setiap pendaki yang lewat persis di hadapanku.

“Ajaklah aku pulang”
“aku ingin pulang”  rayuku

 “Aishhh.. ternyata percuma saja, aku sempat bertanya-tanya pada diriku sendiri “Mereka pura-pura tuli? Sengaja tidak ingin melihatku? Atau memang tidak mendengarku dan tidak melihatku?” tanyaku kesal.
Wajahku semakin kumal, pucat pasi, dan bajuku pun mulai usang. Aku  merasa sangat kelaparan.

"Apa mungkin 3 temanku dengan tega meninggalkanku di gunung ini?"
“Aku tak habis pikir!”keluhku

     Air mataku sudah  terpendam dalam-dalam semenjak ketiga temanku meninggalkan aku dan gunung ini, waktu itu kakiku lari mengejar dan terus berusaha menyamai langkahnya namun sia-sia. Saat teman-temanku beranjak turun dari pos 6, Aku sudah berteriak meminta Sodiq, Deni, dan Syarif untuk menungguku turun, namun  naas sepertinya dia tidak melihatku sama sekali. Mereka justru terlihat  kebingungan mencariku, padahal aku di belakangnya tergopoh-gopoh ingin ikut pulang. Aku mulai menerka-nerka kejadian yang menimpaku, dan aku mulai memahami—aku hanya bisa sedikit tertawa nyeringis dan merasa miris meski ragaku mulai pesimis

“Hummmm .. “ 

***

lantas aku mulai mengerti, duniaku telah berbeda, lagi-lagi aku dibuat bingung olehku sendiri, siapa yang membawaku kemari? ke dunia yang tidak  dapat dimengerti oleh ketiga temanku dan lainnya. Mataku lekas sayu, aku  bermain-main ranting kayu sekaligus meratapi nasibku untuk mencoba menghibur diri sendiri.

***

Aku tiba-tiba jadi teringat mengenai misteri gunung yang menjulang tinggi ini, pernah  suatu hari nenekku bercerita bahwa 10 tahun silam ada seorang pendaki wanita yang menghilang, dan dalam kurun waktu 2 hari ia kembali seolah tanpa terjadi apa-apa, dan setelahnya aku lupa bagaimana ceritanya.  Kembali  mengingat cerita tersebut menjadikanku optimis untuk memiliki secercah harapan agar nasib itu menurun kepadaku. 

“Hmmm” 
Aku menghela nafas panjang-panjang, Naas sampai hari kedua aku tetap di sini menyaksikan lalu-lalang pendaki,  petugas, dan relawan yang mulai mencari-cari diriku, atau bahkan jasadku—karena aku yakin bahwa mereka pasti mengira bahwa aku telah mati. Ada juga sepasang kekasih yang sepertinya baru merajut asmara dan ingin meluapkan kasih sayangnya di puncak gunung ini. Mungkin pasangan itu tidak mengetahui bahwa gunung ini sedang dipenuhi orang-orang yang ditugaskan untuk mencariku. 

***

Semenjak hari itu bahkan aku tidak pernah tertidur pulas,  aku membayangkan bagaimana ayah dan ibu merindukanku. Tapi anehnya dihari ketiga hidupku yang kalut berubah begitu saja—aku  memiliki kehidupan baru.
“Di makan ya, anak lanang” suara  wanita paruhbaya itu sambil menyajikan makanan untukku, tidak terlalu enak tapi setidaknya dapat mengobati rasa laparku. Ia benar-benar mirip ibuku, apa ini sebuah mimpi? Ah dia memang benar ibuku, suaranya, gaya bicaranya. Ya aku yakin ia ibuku.

***
Aku tidak perlu payah-payah lagi meminta pulang. Ibuku telah membuat hidangan setiap hari dan menyiapkan baju yang siap aku kenakan. Aku tidak mau ambil pusing perihal orang-orang yang terus mencariku. Toh tidak ada alasan untuk tidak betah tinggal di sini. Bahkan tidak ada hawa dingin disela malam, tiada rasa  panas meski matahari menyeruak disiang hari.

***
Namun di hari seminggu setelah aku tinggal di
gunung ini, Aku tidak percaya, saat malam tiba tepat pukul satu, aku melihat ibu. Maksudku wanita paruhbaya itu, ia menjadi sangat menyeramkan, rambutnya panjang sedikit gimbal dan dibiarkan terurai berantakan, wajahnya tua berwarna kecoklatan kumal, sementara giginya bertaring dua, memilikitinggi sekitar 160 cm bertubuh bungkuk. Ia membalikkan badan menatapku dengan sangat tajam. Lalu aku mendadak teringat cerita nenekku lagi mengenai penghuni gunung ini yang siap menerkam mangsanya kapan saja—terutama yang suka melamun dan tidak mencintai gunung ini selayaknya. 

Comments

  1. "Kau rindu rumah? Biar kuantar kau berpulang....."

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rindu asap pawon yang mulai mengepul dan embun yang sejuk di pagi yang selalu menyapa

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang