“Luka Lama Enrico”
Pict. by me |
Enrico ingin
menghendaki niatnya. Ia menatap Clara sejenak. Kemudian ia mengingat laranya
dahulu.
“Enrico, masihkah kau mengingat luka lama? Lalu kau
pun seolah sekarang merasa lebih terluka daripada dahulu?”
“Ya” jawanya singkat.
Clara menarik
nafas dan memejamkan matanya sebentar lalu membukanya kembali dan bertanya
lirih lagi kepada Enrico.
“Lalu pantaskah kau pun membalasnya dengan cara yang
sama, dan kau menjadi aku yang dahulu?”
Enrico diam,
nampaknya ia tidak siap mendengar pertanyaannya. Matanya mengalihkan pandangan
Clara yang berdiri di depannya persis. Enrico membalikkan tubuhnya dan
melangkah peerlahan tapi pasti. Clara menatap setiap tatakan kaki Enrico
melangkah pada setiap lantai ruangan tersebut.
***
Bintang di langit mulai memudar, langit semakin
mendung. Malam yang aneh, tadinya seolah langit akan penuh gemintang yang
membentuk sebuah rasi. Namun ternyata tidak demikian, langit semakin mendung
dan gelap. Clara masih menatap layar ponselnya, Ya sudah pukul dua belas malam
lebih. Mata Clara masih terjaga dengan pikiran yang runyam, apalagi setelah
menyadari kekacauan yang telah terjadi.
“ini sangat aneh” batinnya
“bagaimana bisa Enrico seperti itu, bahkan ku rasa
lebih kejam daripada aku”
Clara masih terus bertanya-tanya dalam hatinya, ia
menyayangkan sikap Enrico yang acuh dan berubah secara signifikan. Keadaan hubungan
mereka benar-benar tidak baik-baik saja. Enrico sang pangeran hatinya berubah
mencair, ini tak ubahnya seperti es krim yang lezat mencair menjadi lelehan es
krim yang tidak estetik dan menarik lagi. Clara ingin sekali malam itu menutup
matanya segera. Ia sangat mengantuk, tapi jiwanya masih terlalu memaksa matanya
untuk menatap dinding-dingin kamar yang tidak sekalut hatinya. Dinding indah
berwarna abu-abu dengan dihiasi ornamen simpel di bagian sisinya.
Lain halnya dengan Clara, Enrico bahkan tidak sedikit
pun memikirkan Clara. Ia lebih menikmati malam itu karena tidak perlu
repot-repot menghubungi Clara. Ia tertidur pulas setelah bermain gim
kesayangannya. Enrico lelap dalam rasa lukanya yang menguar, yaitu sebuah luka
yang terjadi masa lalu, akan tetapi anehnya baru dirasakan sekarang dan
menyakitkan.
Namun sayang, luka Enrico lebih melukai daripada apa
yang diperbuat Clara. Ini bukan tentang segitiga, atau melibatkan perasaan
lain. Ini adalah sebuah komitmen dan ego yang menguasai dirinya, dan hal-hal
lainnya yang tidak seragam antara mereka.
Misalnya saja tentang perasaan Clara yang menagih janji
perkataan yang muncul diawal saat Enrico mengajak berkomitmen. Sedangkan Enrico
masih terlalu santai, ia menikmati harinya dengan tanpa komitmen yang
menurutnya bertele-tele dan membuatnya ribet. Hahaha… sebuah hubungan yang unik
di antara mereka. Mereka tampak saling mencintai, menyayangi, bahkan saling
merindukan antara satu yang lainnya. Hanya saja mereka tidak bisa menyeragamkan
egonya.
Clara manja yang menuntut perkataanya, sedangkan
Enrico menikmati memorial lama yang mengakar di otaknya. Ia merasa selama ini
telah tersakiti, bahkan Clara merasa hal ini sangat konyol. Saat semua semakin
terasa dekat, Enrico pun muncul perasaan yang menurut Clara lucu dan membuat
jiwanya ngilu jika harus menyadari.
Clara terkungkung dalam cinta dan rasa yang keliru, ia
seperti orang yang kebingungan dalam sebuah kapal yang memiliki nahkoda
amnesia. Perjalanan yang kehilangan arah dan hambar. Kue yang lucu dan enak,
tapi tidak ada momen spesial yang menyertainya. Aku tahu mereka sedang
kebingungan dengan diikuti ego yang melekat pada dirinya.
Comments
Post a Comment