Diciptakan untuk Menjadi Pendampingmu, Maaf Bukan Kekasihmu.

Pict. by google
Pict by Google
Dalam sebuah cerita, mungkin aku diibaratkan sebuah pujangga yang berhati malaikat. Kenapa begitu? Ya karena aku selalu menjadi penenang bagi wanita-wanita yang kesepian, wanita yang berkekasih tetapi tidak bercinta, ah maaf, maksudnya tidak memiliki kasih cinta yang bagus—atau memiliki keromantisan yang tinggi.

“Hi, apakah kamu mengetahui sebuah buku berjudul A”

Nah, itulah salah satu awal atau basa-basi saat aku menggugurkan rasa sepi yang hinggap pada perempuan-perempuan kesepian.

“Hi juga, aku tahu, dan aku membacanya, apa pendapatmu?”

Mungkin itu jawaban dari salah satu wanita elegan yang kesepian itu, biasanya ia akan menceritkana harinya, rasa canggungnya terhadap kekasihnya, rasa kesepiannya, bahkan rasa yang ia sendiri tidak bisa menalar—kenapa dia mencintai lelaki yang membuat ia kesepian dan tidak jua melepasnya, misalnya.

Hari ini aku dan ia—maksudku ia yang ada pada paragraf sebelumnya akan bertemu disebuah perpustakaan kota.

            “Sudah dari tadi? Maaf ya telah membuatmu menunggu lama”

Ia datang membawa senyuman dengan membawa perasaan merasa bersalah. Ia tersenyum lumayan lama, tapi senyumnya kecut—sepertinya beban yang ia pikul sudah menjadi karang di pikirannya, atau bahkan di bawah alam sadarnya.

            ”Ah… baik, tentu baik, apalagi bertemu denganmu” jawabku dengan senyum yang lebih tulus daripada senyum wanita bergincu merah di depanku ini.

Hari ini kita akan mencari sebuah buku yang entah belum terpikir di kepalaku, ini semacam kencan, tapi tidak juga—aku bukan kekasihnya, dan dia bukan kekasihku.

Ia terus menelusuri sepanjang rak-rak yang tertara rapi dalam barisan sesuai garis keramik berwarna cokelat muda. Ia berjalan dengan gemulai dan kesan anggun dengan sepatu catwalk yang menghias kaki jenjangnya.

Sesekali aku melirik ke arahnya, ia terlihat merana, cantik dan menderita. Aku mendekati langkahnya, aku berjanji akan menghapus sunyi dalam hatimu, kemarilah, dan katakan apa saja yang akan kau curahkan, aku diciptakan Tuhan menjadi pendampingmu—kataku dalam hati.

            Aku menelan ludah, ‘ehm…apakah kamu sudah menemukan buku yang akan kamu baca, atau barangkali kau pinjam?” tanyaku dengan manis.

“Aku bingung, kamu boleh memilihkan untukku”

Yahh… wanita memang makhluk yang lucu, selalu begitu, ia yang akan membaca, kenapa aku yang harus repot-repot memilihkan buku? Apa iya selera kita sama, kamu adalah wanita kesepian, seleramu mungkin saja puisi-puisi melodrama, sedangkan aku?

Yahh… tapi baiklah tidak apa-apa, aku kan memang pendampingmu, ingat, aku bukan kekasihmu. Aku tidak dapat menjadi kekasihmu, kamu selalu membiarkan aku memasuki seluruh hatimu, masuk ke dalam ruang mana saja, arah mana saja, tapi kau tidak memberi ruang untuk singgah dihatimu, akulah sang pendampingmu—bukan kekasihmu, terimakasih.

            Mungkin saja kamu akan sakit hati jika aku berkata begini ‘teruslah kesepian, dan kau akan selalu membutuhkan diriku, dengan begitu aku akan selalu bersamamu, meski pun hanya sebagai pendampingmu” ah jahatnya aku…

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang