Kisah Bercinta
Painting by IG @Pancaringaw |
Marilah berpuisi denganku, kemudian dengarkan musik kesukaan kita saat bersama, aku akan mengajakmu bercerita, sekaligus bercinta dalam tumpukan buku yang kau baca semalam dan belum kau rapikan. Jangan terlalu agresif, ragaku mudah terkoyak. Tataplah perlahan mataku, dan susunlah kata-kata yang indah untukku. Aku akan menciummu dengan sangat sempurna, aku akan memelukmu dengan dekap tangan sekaligus sepenuh hatiku. Luruhkan perasaanmu ke dalam tubuhku. Tarik nafaslah yang teratur, jangan biarkan nafasmu tersengal dengan wajah merah keberingasan. Berikan aku dongeng apa saja versi terbaikmu. Ku dengar bercinta dan bercerita sama-sama asyiknya.
***
Lihatlah keluar melalui jendela wahai kekasihku, kau akan melihat salju yang turun temurun secara cepat mengucur dari langit. Hal itu sama cepatnya dengan nafasmu yang semakin tersengal dan
menatapku tajam saat malam hari. Terkadang kau menciumi pipiku, hidungku, bahkan menggigit
leherku. Semangatmu pun menganga melebihi api unggun anak pramuka, membara, tahan lama
dari terpaan angin, dan luar biasa. Remang cahaya mengintai tubuh kita, yang terkadang
maju, mundur, ke atas, dan kadang memilih ke bawah.
***
***
Tanganmu
meraba-raba dimainkan kegelapan, terkadang pas mengenai dadaku, terkadang
bokongku, dan terkadang lagi keliru menggengam bantalku. Ah sayang, kau memang
lucu. Senyummu yang terurai dibibirmu
menjadi bingkai malam dan cinta kita berdua;diikuti tetes keringat yang kian lama makin deras
seperti sungai yang arusnya terus berlalu begitu saja. Sentuhanmu halus, terkadang menggelikan, aku terkikik
saat bagian menggelikan itu. Gorden yang
melambai-lambai terhembus angin menyapaku, menganggu gaya bercinta kita. Tak mengapa,
selama kau tetap di sampingku, aku adalah makhluk yang bahagia sayang.
***
Sayangnya kisah itu sudah membusuk, aku kini merana sendirian, menunggu kematian dan direnggut ajal. Aku dalam kesepian, terkadang aku berbicara dengan gerombolan anjing-anjing peliharaanku, atau memberi saran pada kawanan ayam yang bersuara pada waktu yang belum semestinya;tolong jangan berkokok pada jam tiga, pagi, membangunkanku, menyadarkan aku sendirian tanpa kekasihku. Kekasihku telah terlebih dahulu kembali ke tanah, menjadi tanah, karena katanya dulu Adam juga berasal dari tanah. Tidak ada kisah bercinta ditumpukan buku, mendengarkan cerita versi terbaikmu. Kini aku menua kesepian—hampir satu dasawarsa lamanya kau membiarkan aku sendirian. setiap hari aku selalu menanti kematian, ingatkah? besok ulangtahunku dan genap sembilan puluh tahun. anak-anak sudah sedari dulu semuanya pindah ke kota, menyapaku seminggu sekali, membawakan aku makanan, belanjaan bulanan, dan sesekali mereka menceritakan anak-anaknya yang sudah dewasa dan jatuh cinta.
***
Sayangnya kisah itu sudah membusuk, aku kini merana sendirian, menunggu kematian dan direnggut ajal. Aku dalam kesepian, terkadang aku berbicara dengan gerombolan anjing-anjing peliharaanku, atau memberi saran pada kawanan ayam yang bersuara pada waktu yang belum semestinya;tolong jangan berkokok pada jam tiga, pagi, membangunkanku, menyadarkan aku sendirian tanpa kekasihku. Kekasihku telah terlebih dahulu kembali ke tanah, menjadi tanah, karena katanya dulu Adam juga berasal dari tanah. Tidak ada kisah bercinta ditumpukan buku, mendengarkan cerita versi terbaikmu. Kini aku menua kesepian—hampir satu dasawarsa lamanya kau membiarkan aku sendirian. setiap hari aku selalu menanti kematian, ingatkah? besok ulangtahunku dan genap sembilan puluh tahun. anak-anak sudah sedari dulu semuanya pindah ke kota, menyapaku seminggu sekali, membawakan aku makanan, belanjaan bulanan, dan sesekali mereka menceritakan anak-anaknya yang sudah dewasa dan jatuh cinta.
***
Sehari-hari
rumah ini suwung, sekitar pukul delapan pembantuku datang, menyiapkan
kebutuhanku, mencuci celana dalamku, juga memberi makan anjing-anjingku. Pintu-pintu
di rumah itu selalu menjagaku dari perasaan hampa. Suatu saat anak-anakku
mengajak dan memaksaku tinggal di kota, ah sayangnya aku tidak suka. Aku hanya
menyukai rumah yang letaknya di pertigaan jalan desa ini, dan hanya mencintai hidup dengan kekasihku;kekasihku yang memiliki kelemahan pada phallusnya— tidak dapat
ereksi, aku selalu setia sampai dihari terakhirnya ia bernafas, hampir selama setengah abad
lebih aku selalu membayangkan dan berimajinasi bagaimana rasanya bercinta
dengannya;namun meski begitu—meski mustahil bercinta denganmu, aku tetap tidak akan pernah berniat bercinta dengan
siapa pun, kecuali dengan bayanganmu, sudah cukup mempunyai anak-anak dari panti asuhan yang kita besarkan dengan baik dan kita sayangi, serta anjing-anjing yang manja dan menemaniku selalu.
Very interesting. I wonder what was your thoughts when you wrote this story. I mean like, in this story, I read two different feelings; lust and pain.
ReplyDeletethank so much Sist. or Bro. i hope you wanna read my next short story, exactly tonight because i write again. thank you
DeleteOf course i will.
ReplyDeleteThankss😍😍
Delete