Cerita Pada Malam Jum'at.
“Jangan
dibuka dahulu Mas” kataku pelan.
“Iya
Dek?”
Suamiku
seperti sudah paham dengan kebiasaanku dimalam jum’at. Aku menjawab secukupnya,
kemudian aku mencium sebentar keningnya. Akhirnya suamiku menuruti perkataanku,
ia sama sekali tidak membuka satu kancing pun apalagi celananya. Meski begitu
ia menatapku aneh. Rasa-rasanya Hasrat bercintaku setiap malam jum’at punah
begitu saja, walau semestinya aku tau persis malam jum’at adalah waktu terbaik
dalam urusan pahala bercinta.. Suamiku tanpa kata lagi lalu ia menyelonjorkan
kakinya, mengambil posisi telentang dan bergegas tidur. Aku tahu, sepertinya
Mas Tono sedikit kecewa dengan penolakanku—tapi ia tahu persis alasanku.
***
Sekarang
tepat jam sebelas malam, kampung ini serasa lebih mistis. Aku merasa wajar karena
hari ini hari kamis, atau lebih akrab orang-orang menyebutnya dengan malam
jumat. Aku teringat mitos yang menjalar dari mulut ke mulut di kampung ini. Katanya
pada malam jumat para arwah bergentayangan, arwah yang telah meninggal kembali
ke rumahnya masing-masing—aku harap mitos itu benar adanya. Mataku masih
berjaga-jaga melihat sekitar ruangan kamar, terutama bagian jendela. Jika anginnya
kencang aku mulai was-was dan menatap lebih tajam ke arah di mana datangnya
angin itu menghempas ruangan ini—tentu saja anginnya dapat masuk dari sudut
mana saja karena rumah ini—tepatnya bilik kayu kamar ini sudah reot, bahkan
sebagian besar bolong sana-sini dimakan rayap.
***
Masih
dalam posisi yang sama, aku telentang dan membaca doa-doa yang diajarkan Pak
Haji Umar sewaktu aku kecil, sementara suamiku sudah tertidur lelap sekali dan
mengorok keras di sampingku. Mulutku komat kamit membaca ayat kursi dan tetap jeli
memandang kanan-kiri, sampai pada akhirnya angin dari balik bilik kayu kamar terasa semakin dingin, aku
melihat sekelebat putih-putih yang melalui kamar ini. Aku bangun dan mencarinya—aku
berjalan mengendap-ngendap jangan sampai suamiku bangun karena esok ia harus
bekerja keras di ladang.
***
Naas,
usahaku mencari sekelebat putih-putih itu tidak berhasil, nyaris tidak nampak lagi, padahal aku sangat
berharap dapat bertemu. Seperti yang orang-orang yakini tentang mitos malam
jumat bahwa arwah-arwah yang telah mati akan kembali ke rumah—aku juga meyakini bahwa setiap malam jum’at yang muncul dibalik jendela adalah arwah ibuku—ibuku yang mati
saat melahirkanku dan aku sangat merindukannya semenjak aku dilahirkan di dunia.
Saya pernah baca kisah semacam ini. Ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, kalo tidak salah, tentang seorang putri bangsawan bali yang dijodohkan dg seorang pria, yg juga seorang bangsawan, yg tidak ia cintai, sementara ia mencintai pria lain. Pria yg menjadi jodohnya itu akhirnya merelakannya kepada lelaki idaman putri bangsawan itu dg cara yg tak terduga.
ReplyDeleteI really like the way you describe this story, its just like when i read the story that i tell you. It really turns me on.
Tapi ini theme nya lebih ke kerindua seorang anak pada seorang ibunya, dan ceritanya terinspirasi dari muadzin di dusunku yg sering melantunkan salawat jawa ttg maljum
Delete