Hikayat Si Dungu Majikan Kambing
Beri aku
pertanyaan ! cepat ! supaya aku tidak kelihatan dungu. Sulaiman membentak-bentak dirinya sendiri. Ia
muak mendengar kata “Idiot”, “stress” bahkan sering sekali disebut dungu.
Sulaiman memang lugu dan sederhana. Kesehariannya hanya merumput membawa arit
dan selalu membawa caping. Pakainnya yang compang-camping terkesan
kumuh serta kampungan. Sedangkan teman-temannya
selalu rapi tidak sepertinya. Teman-teman sebayanya bersekolah dan sudah kelas
dua SMA. Dalam satu desa hanya dia yang berhenti tamatan SD saja. Oh iya tapi
memang begitu. Ku rasa dia memang patut disebut dungu. Lah bagaimana tidak? Dalam perkalian satu
sampai seratus saja tidak khatam. Haahaha penulis boleh menertawakan sedikit ya
Man. Man, pintar dalam aritmatika bukan
segalanya—carilah kunci kesuksessan yang lain. Sulaiman sering sekali seolah mendapat wahyu. Tepatnya bisikan
setan;dia bukan Nabi, ah bercanda saja kau ini. Hahaha tertawa lagi. Jangan dianggap
lucu, ini sebuah ke-DUNGU-an tidak patut kau tertawa terbahak-bahak melenggang.
***
Pagi-pagi
orang lain sudah siap berkemas ke sekolah—menjinjing tas-tas yang terdapat buku berisi rumus-rumus. Beda halnya dengan Sulaiman atau yang akrab dipanggil
Maman. Semalam Maman tidak tidur hingga
fajar, hingga terik mentari sangat berkilau membias pada dedauan dan batang
pohon. Sekitar pukul setengah tujuh pagi Maman sibuk mendekati aritnya kemudian mulai
menggesek-gesekkan ke batu khusus untuk membuat arit itu lebih tajam
menggapai capingnya dengan wajah bersahaja dan pakaian sederhana. Ia menatap ke
arah depan rumah sambil terpekik hahaha…
teman sebayanya mukanya pucat pasi sepertinya belum mengerjakan PR-nya terlihat
ketakutan tidak mendapat contekan atau barangkali dimarahin gurunya dan
lihatlah bapak paruhbaya yang berdiri
memerhatikan motornya—sesekali maju, sesekali mundur wajahnya kebingungan
motornya mogok, ia takut jikalau bosnya marah besar;sedangkan aku hanya
ditunggu kambing-kambing yang tidak bisa bicara. Tentu saja kambing itu tidak
akan berani memarahiku. Aku majikannya, aku yang menghidupinya—bukan kambing
yang menghidupiku. Hebat ! tentu aku hebat kan? Hahaha… sekali lagi tertawa
sendiri
Comments
Post a Comment