Tahap-Tahap Kesadaran Sosial Umat Islam di Indonesia (Kuntowijoyo)

Masyarakat Dan Perubahan Sosial
Pict by google.


Membicarakan tentang Umat Islam sangatlah menarik, terkhusus Indonesia yang di dominasi oleh umat beragama Islam sekaligus dipengaruhi oleh Islam. Pada kesempatan kali ini Pena Saurus ingin menguak tahapan kesadaran sosial umat Islam pada abad 19 yang dituliskan dalam buku  yang berjudul Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia oleh Kuntowijoyo.

Pertama  (Kawula dan Abdi)


      Pada abad 19 umat Islam memiliki ideology yang bersifat utopia. Disebut utopia karena umat Islam tidak merumuskan pemikiran-pemikirannya berdasarkan aktualisasi sejarah akan tetapi lebih ke pandangan berbagai mitos. Seperti yang diketahui bahwasanya banyak mitos yang dipercayai oleh Indonesia bahkan hingga kini pun masih nampak sebagian mitos yang dipercayai.   Pada kala itu hirarki social sangat keras—kendatipun pada abad tersebut masyarakat digolongkan menjadi dua, yaitu : Priyagung (orang-orang besar) dan wong cilik (orang-orang kecil)..  Pada konteks politik di sebut kawula dan abdi.  Dalam  kasus ini Umat Islam hanya sebagai kawula.

Kedua (ambteener belanda, golongan Cina, golongan Bangsawan (ambtenaar Indonesia), dan golongan Indonesia pada umumnya)


        Sekitar abad 19 akhir terdapat perubahan social secara signifikan. Meskipun umat Islam merasa dirinya sebagai wong cilik  akan tetapi konsep yang dimiliki berbeda pada abad 19an awal, konsep yang dimiliki bukan kawula hubungannya dengan Gusti, melainkan secara horizontal. Pada tahapan ini dipengaruhi status dan sistem kelas.  Dari hal itu berangkatlah kelas baru yang disebut kelas menengah yang terdiri atas pedagang, buruh, juga petani.  Jika pada sebelumnya umat Islam mempunyai kesadaran mistis dan utopian, kini berubah dengan ideology baru yang dikenal dengan istilah Sarekat Islam (SI) yang membagi masyarakat  menjadi beberapa kelompok diantaranya; golongan ambteener belanda, golongan Cina, golongan Bangsawan (ambtenaar Indonesia), dan golongan Indonesia pada umumnya.

Ketiga  ( Umat dan Non Umat)


          Munculnya berbagai konflik pada Sarekat Islam menjadikan dirinya menyebut dengan istilah  umat.  Salah satunya  akibat munculnya adalah konflik antara buruh dan non buruh, kemudian disusul dengan beredarnya Koran Surakarta yang memuat tulisan yang menghina Nabi  sehingga memicu didirikannya “Tentara Kanjeng Nabi Muhammad” dan diadakan rapat besar untuk menuntut penulis tersebut. Oleh sebab itu tumbuh perasaan  umat dan non umat , terjadilah konflik social yang menyebabkan kaum muslimin mendefinisikan diri sebagai umat dan memisahkan diri dari yang non umat. 
Pada periode ini umat Islam melakukan berbagai demonstrasi serta mendirikan berbagai asosiasi. Selain ada Sarekat Islam ada juga Nahdatul Oelama, Muhamaddiyah, serta oraganisasi lain yang bermunculan di Jawa Barat, Jakarta, Sumatra, serta berbagai tempat lainnya.


Keempat (  Warga Negara dan Bukan Warga Negara)


       Pada masa ini adalah masa penjajahan Jepang, para Kyai dan tokoh-tokoh lainnya mulai ikut serta dalam kepempinan dan kenegaraan, berbeda halnya dengan masa penjajahan Belanda. Contohnya terdapat K.H.A Wahid Hasyim yang diangkat menjadi ketua  semacam Kementerian Agama, dan lain sebagainya.  Setelah tahun 1945, umat mendefinisikan  drinya sebagai warga negara.  Hal itu menjadi perjalanan terakhir sebagai warga negara  sebagai langkah historis dalam merumuskan UUD 1945. Sehingga pada periode ini adalah tahapan sosial mengenai sebagai warga negara Indonesia dan bukan warga negara Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang