Melankolisme Uang, Nafsu, dan Perempuan Cantik

Pict by google

“Lumayan, cuma nemenin nongkrong di kafe mahal pulangnya dapet tigaratus rupiah “celutuknya. Mulut Sila terus komat-kamit menceritakan bagaimana saja prosesnya, terlebih masalah bayarannya yang tidak pernah ketinggalan.
“Kamu minta atau..?”
“Ya sudah pahamlah sana, kalau nggak dapet ya ogah banget”
“Kok kamu bisa kenal-kenal sih?” tanyaku refleks
Tanpa basa-basi Sila menjelaskan bahwa dibalik itu juga ada seorang ‘mucikari. Pantas saja lelakinya datang dari jauh-jauh, batinku.

***
Ia dengan lihai menuturkan padaku seolah tanpa rahasia. Awalnya cerita biasa-biasa saja. Tapi makin lama ia tanpa sungkan membeberkan darimana ia dapat uang.
Aku menyimak dengan saksama, sesekali manggut-manggut mendengarnya.
Sila tidak murni seorang pelacur bagiku. Bahkan aku tetap bersikukuh ia bukan pelacur. Mungkin aku yang terlalu polos atau dia yang terlalu pintar mengelabuhiku. Karena bagiku Sila tetaplah baik.
Sila banyak menceritakan temannya yang bisa meraup uang jutaan rupiah dari para lelaki dan tepatnya “om-om” karena umurnya terlampaui jauh, bisa berkisar 10tahun bahkan 20 tahun. Ehmm.. semakin kesitu aku jadi semakin penasaran
“Sila, Om om itu emangnya duda?atau perjaka tua? “ Tanyaku polos dan mendelik menatap ke arah Sila Lantas Sila menjawab spontan “Sudah punya anak, ada juga yang duda, ya macam-macam yang jelas jarang kalau mahasiswa, mahasiswa kan tidak punya uang” singgungnya
“Bener juga “  aku meringis karena memang kenyataannya kebanyakan begitu. Kalau pun ada juga rata-rata dari orangtuanya, dan Sila mengungkapkan belas kasihannya kalau sama anak yang masih minta duwit orangtuanya (Masih punya hati kok) timpalnya.

***

Dicerita selanjutnya Sila menambahi “Lagian mau udah punya istri atau belum tidak mau tau kok aku, aku sih ogah kalau diajak nananina, kalau udah dapet uang langsung kabur aja pura-pura mau kerja” Hahahaha
Aku cuma membalas dengan bibir nyengir, aku tidak mau menyudutkan dengan persepsi yang ku anut, walau dalam hati aku berpikir seandainya nanti suamiku  yang seperti itu, sudah ku gantung “batinku hahaha. Aku tidak mau Sila menjadi tidak nyaman bercerita denganku, aku yakin ia sangat mempercayaiku sehingga mau berbagi cerita tentang perihal itu dan aku pun melanjutkan memasang telinga baik-baik.

***
Sila tidak seberuntung temannya yang lebih cantik darinya, katanya “Temenku dibelikan gelang seharga 17juta, dan kemarin Iphone terbaru hampir 20 juta, dan juga cicilan mobil Honda Jazz, belum belanja bajunya yang serba branded”  aku tidak Tanya dengan pasti apakah temannya yang ini ditiduri, yang jelas Sila sendiri selalu pintar mengambil keuntungan dari para lelaki hidung belang.
“Aku sih cuma nongkrong, kalau sana sudah mulai aneh-aneh aku pasti langsung pulang, dan kalau ada yang chat aneh-aneh aku oper ke temanku, lumayan aku dapet 500ribu dari temanku yang dibayar 2juta, Sila menceritakan sambil cekikikan, seolah lucu, atau sebuah jenaka, lagi-lagi aku cuma nyengir dan berlagak ketawa saja untuk mengapresiasi cerita Sila.

***
Bagiku Sila memang lumayan cerdik, meskipun sudah memiliki kekasih ia masih rajin pulang pagi tanpa kekasihnya harus  tau. Dan sekarangpun Sila  sudah berhenti bekerja, baginya mempunyai paras yang cantik, putih, sudah cukup ideal untuk mendapatkan uang, kalaupun ingin daftar kerja sangat mudah diterima tanpa basa-basi.
tapi hal itu memang benar-benar terjadi dan bukan omong kosong belaka. Aku bahkan terheran-heran dan sedikit iri (Wah ijazahku kalah sama wajah mulusnya, batinku sambal ngakak-ngakak guling) Karena Sila mempunyai banyak link seorang Bos, dan ah ternyata banyak para bos, pengusaha ataupun pejabat yang tidak cukup bercinta dengan istrinya. Bahkan meski profilnya sedang menggendong bayinya ia mengirim pesan “Hallo Sila Sayang” mukanya sudah sedikit paruhbaya, berdasi dan Nampak banyak uangnya terlihat dari dudukan mobilnya yang mengkilap.
 Saat Sila menunjukkan Handphone nya terhadapku lagi-lagi aku terhenyak dan nyengir. Ia nerocos kesana-kemari, aku fasih memahami pembicaraanya, ia juga menceritakan lagi, saat ia pergi ke diskotik atau hotel bersama “om-om” Sila  wajib membawa teman perempuanya yang lain. Aku semakin tidak mengerti, katanya “kita dikasih kunci kamar sendiri, kan  uangnya buanyak” atau kalau sedang di diskotik nemenin mabuk, tapi aku biasanya yang enggak mabuk sendiri jadinya dapet uangnya sedikit”. Aku berusaha  menerka-nerka ucapan Sila, dan apakah benar Sila tidak ikut minum  sepertinya aku tidak mau tau. Toh Sila juga membagikan uang-uang tersebut pada ibunya, adiknya, serta tetangga yang mempunyai bayi namun kurang mampu, wajar saja aku tidak ingin menyalahkan sepenuhnya. Bagaimana tidak, bapaknya Sila saja tidak mengurus, bahkan sepertinya pecandu sabu dan mafia mobil. Aku termenung, aku menarik nafas panjang-panjang setelah obrolan bersama Sila mulai surut, aku izin pulang karena waktunya sudah sore. 
Dan aku mulai berpikir bahwa pepatah lama orang Jawa  memang benar kalu hidup itu “wang-sinawang” Sila cantik, sexi, selalu bepergian dengan mobil dan baju mewah, tapi, ahh.. dan aku tidak tau persis mana yang harus disalahkan, “om-om” penggila nafsu itu? Atau Sila dan temannya yang sama-sama latar belakangnya  hancur dan kalut?.
 Semenjak hari itu aku juga menjadi semakin takut dan was-was dalam mencari pasangan hidup saat mengingat perkataan Sila “Alah semua lelaki itu seperti itu, hampir semua, buktinya” ia sambil mempaparkan bukti-buktinya terhadapku. Ah hidup, uang, nafsu, dan perempuan selalu menyatu, hal itu dipicu surutnya kasih sayang dari orangtua, hancurnya keluarga, dan ah.. aku hanya menyayangkan Silaku yang ku anggap setengah lacur berhati malaikat, aku tau persis dia orangnya sangat baik.  Saat aku  fokus menyetir lagi-lagi hatiku miris ketika celotehan Sila tiba-tiba memasuki telingaku lagi “Ah mahasiswi juga banyak yang menjadi jalang” tuturnya.  Seolah paradigmaku tentang orang-orang tertentu dan profesi-profesi tertentu runtuh karena saat Sila menceritakan ia sekaligus menyebut merk  sekaligus bukti konkret yang menambah perasaanku semakin pilu.


Cerita di atas merupakan nyata yang diceritakan oleh seseorang yang saya samarkan namanya. Semoga bisa mengambil hikmahnya bahwa kunci anak yang sukses dimulai dari orangtua yang sukses, bukan profesinya, uangnya, melainkan susunan kasih-sayangnya terhadap keluarga.

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang