Mati Satu Tumbuh Seribu (Part 2)


“Bob, “?
“Ada apa Ndra?”
“Gue masih mau bahas cewek endorse yang kemarin gue ajak ke bioskop terus gue tembak….”
Whatttt????? You are so crazy “ umpat Bob disela cerita gue sambil pasang muka shock kayak cupang, Plakkk—di gampar  Bob.
“Ah lu Bob kayak baru kenal gue kemarin” jawabku sambil nabok si Bob.

***

Yaps hari ini adalah hari kedua gue jadian sama si cewek endorse. Ish nama dia terlalu pasaran sih, makanya gue lebih enak manggil pacar gue cewek endorse. Oke, gue kasih tau deh namanya. So namanya adalah Luna, ya 11 12 lah sama Luna Maya—Tilasi (Tinggi, Langsing, dan Sexi), cewek siapa dulu, eakk. Seperti yang biasa gue lakukan, gue cerita sama si Bob, kayak apapun dia, dia tetap sahabat gue—kalem Bob. Gue certain semuanya, termasuk konskuensi gue akibat nembak si cewek endorse itu.

“Apa emang syaratnya?” Tanya Bob
“Dia mau sama gue, asal gue jadi cowok keduanya” pasang muka lesu—belum makan.
“Yaudah simpel, elu tinggal cari lagi terus sama-sama punya dua deh”
Saran Bob kali ini memang sangat ‘Jos’. Kalau kata orang bijak bilang ‘disetiap kebingungan pasti ada jalan’. Oke fix, gue bakal cari cewek 5 sekalian aja, habis itu gue  berondong deh pas  hari lebaran—emangnya petasan. Oke aslinya gini, gue sangat tidak setuju dengan ide Bob, tentu saja berselingkuh sangat tidak etis, selingkuh sama aja menurunkan martabat gue sebagai cowok sejati—sok bijak. Meski gue di cap playboy cap kadal, cap buaya, atau cap kaki tiga,  -- emangnya minuman, gue tetep setia, mending putus, daripada gue selingkuh. Lanjut, ngomongin Luna memang asyiqueee—pinjem bahasa ratu alay di kelas gue, asyiqueee. Gimana enggak, dia terkenal seantero kampus ini, tapi gue tetep PEDEH, sangking  PEDEH banget gue nembak dia langsung dalam perkenalan singkat—gue emang hebat. Gue emang terlahir di dunia sebagai orang PEDEH, oke itu enggak penting. Yang jelas Luna salah satu mahasiswi cantik, hits, dan pinter nyari duwit—nge-endorse.

Luna Kepo nunggu keputusan Indra

***
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Lun” kataku sambil mengunyah-ngunyah permen karet.
“Kamu udah setuju sama syarat yang aku ajukan semalem?” Tanya Luna
“Ya, aku setuju, setuju kalau aku milih putus aja dari kamu Lun” jawab gue dengan muka gagah dan pakai ‘aku kamu’ biar lebih sweet—Kalau ibarat dicerita pewayangan, gue yang jadi Gatot Kaca*di lempar air sama pembaca. Negara api mulai menyerang, tiba-tiba di kepala Luna keluar tanduknya, kemudian kukunya memanjang, terus nyakar-nyakar muka gue, terlemparlah aku sampai ke dasar Laut Merah bersama Fir’aun—oke enggak nyambung, lupain. Gue cuma bohong, itu cuma fiksi, Luna tidak bertanduk dan stay cantik meskipun langsung cemberut mendengar jawabanku.
Luna dan gue diam seketika, di bangku kampus depan kelas 201 ini  rasanya kosong tanpa wira-wiri selain keheningan kita berdua yang dibumbui manyunnya bibir Luna.


Oke, thanks udah baca part 2-nya. Tunggu part 3-nya ya untuk tau gimana kelanjutan hubungan cowok playboy cap kaki tiga itu, eh cap buaya itu dengan cewek endorse yang bernama Luna, apakah Luna bakal terima keputusan Indra?

Comments

Popular posts from this blog

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Jenis-Jenis Novel

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang