Kangennya pake 'Banget'


“Boleh kangen?”
“Tentu “ jawabnya sambil menatap ke arahku
“Kangen banget?”
“Iya” katanya
“Kangen terus?”
“Iya sayangku” bibirnya melandas di keningku dan kemudian ia meneruskan konsentrasi membacanya. Entah teori  apa yang ia baca, aku tidak mengerti dan tidak ingin tau.
Matanya sesekali berkedip diikuti dahinya yang mengernyit. Aku memerhatikan dengan seksama setiap garis bibirnya, bentuk hidunganya, sekaligus seluruh tubuhnya
***
Ia mulai menapakkan langkahnya menjauh dari pijakan tubuhku
“Jaga baik-baik dirimu” katanya sambil mengelus kepalaku. Aku menggandeng tangannya sebentar sebelum ia pergi jauh dariku. Kehangatan tangannya melebihi hangatnya sinar mentari pagi yang datang terbirit-birit membuka mata manusia yang belum juga enyah dari tempat tidurnya. “kau pria sejatiku” batinku dengan rasa sayang yang berlebihan sehingga terkadang menjadi luka bagi diriku sendiri. Terlebih saat engkau tidak disampingku, terlebih saat perhatianmu sedikit pudar dan lebih tertuju pada buku terbarumu dan tumpukan buku di lemari yang mulai usang.
***
Pagi hari saat mataku mulai terbuka menatap samar-samaraku  mulai  merasakan kesunyian yang paling ‘sunyi’. Ku buka pintu kamar, dan masih saja aku di rundung ‘sunyi’.
“Kangen” ceritaku padanya melalui ponsel hape-ku
“Baru juga kemarin, sabar” tukasnya
Aku tau kalau saja ia tidak memutuskan studi S3nya di Amerika aku tidak akan mencium bau rindu yang menguap setiap harinya dari  dasar hatiku. Inilah kesalahan terbodohku
Matanya Nampak begitu lugu dan arif terpancar di potret yang aku kaitkan pada figura berbentuk ‘cinta’. Sengaja aku pasangkan dengan figura ituagar potret wajahmu pun merasakan pelukan yang aku sandangkan padamu pada setiap harinya.
***
Cermin itu mentapku, maaf maksudku aku menatap cermin itu.
“Lemah” ejeknya. Aku mengada-ada bahwa cermin itu bicara padakuu dan mengatai diriku yang terpasung rindu sampai ia menyelesaikan disertasinya. Gairah detak jantungku mulai meretas menjadi sangat lemas. Kisah ini baru saja dimulai tetapi hidupku terasa sesak  bagaikan dijemput oleh ajalku.
“Sayang?aku harap meski kau jauh di sana detak nada jantung kita masih sama seperti saat kita mengumbar canda tawa di ranjang” harapku yang aku tuliskan padanya.
“Tentu sayangku” balasnya singkat
Aku tau persis ia sedang sibuk memilah buku mana yang tepat, teori apa yang bagus dan mencari-cari kasus yang terdengar kontroversial. Ya, aku paham betul dirimu. Itu alasan mengapa belum juga kita membuahkan nyawa antara kita. Ikatan suci itu tidak sesuci perasaanku denganmu yang aku kira akan kekal abadi---- bagaimana tidak? Hidupku seperti lajang yang menahun tidak memiliki kekasih. Bukan karena kau tidak mencintaiku, bukan juga karena kau tidak setia. Ragamu terlalu jauh untuk aku kayuh, buku itu mengalahkan kesetianku dan 2 tahun sudah tidak bertemu dan perasaan ini terus menggebu-gebu hingga pada suatu hari aku terkulai terbalut rindu, sendu, dan menunggu kehadiranmu di malam, siang, dan setiap hariku.
***
Engkau menatap setiap bagian tubuhku, aku lihat kau juga meneteskan airmata. Aku tersenyum memandangmu. Sayangnya hanya aku yang tau kalau ‘aku  tersenyum’ padamu. Sayangnya lagi aku tidak dapat membalas ciumanmu yang begitu dalam merasuk ke setiap sisi dan sudut yang ada pada diriku. ‘aku harap kau tidak kecewa, dan kau mulai mengerti artinya menunggu” ucapku lirih di telingamu. Sayangnya lagi kau tidak mendengarku..

Comments

Popular posts from this blog

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Jenis-Jenis Novel

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang