Makalah Munasabah Alquran


MUNASABAH AL-QUR’AN
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-Qur’an dan Hadits
Dosen Pengampu: Dr. Ubaidillah, S.S., M.Hum.


 






Disusun Oleh:
1.      Yusril Haidar Hafiz               
2.      Bangkit Tri Utomo                                                                                                                   3.      A’an Hukmana                       
4.      Tutik Hidayati                        
5.      Kholifatul Khoeroh                 
6.      Marwa Ropi Jahidah              
7.      M. Agus Mustofa                    

(Kelas SI B Semester 4)


PROGRAM STUDY SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Munasabah Al-Qur’an” sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini menjelaskan tentang analisis dan penjabaran mengenai pengertian dan perbedaan antara munasabah Al-Qur’an dengan asbab An-Nuzul, munasabah surat dengan surat, munasabah ayat dengan ayat, fungsi ilmu munasabah Al-Qur’an dalam penafsiran Al-Qur’an, dan kritik Orientalis terhadap munasabah Al-Qur’an. Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua sehingga dapat menambah wawasan dan memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pada hakikatnya tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



                                                            Yogyakarta, 14 Maret 2018


      Penyusun


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.    Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A.    Pengertian dan Perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dengan
Asbab An-Nuzul................................................................................ 3
B.     Munasabah Surat dengan Surat dan Contohnya............................... 4
C.     Munasabah Ayat dengan Ayat dan Contohnya................................ 6
D.    Fungsi Ilmu Munasabah Al-Qur’an dalam Penafsiran Al-Qur’an..... 7
E.     Kritik Orientalis Terhadap Munasabah Al-Qur’an............................ 8
BAB III PENUTUP...................................................................................... 11
A.    Kesimpulan........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal, yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw. sebagai bukti atas kenabian. Di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang sedemikian luasnya yang apabila ditelaah dan dipelajari akan memberikan penerangan serta membimbing manusia menuju jalan yang lurus. Walau demikian, Al-Qur’an bukanlah kitab ilmiah seperti kitab yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan. Misi Al-Qur’an adalah dakwah untuk mengajak manusia menuju jalan yang terbaik.
Allah SWT yang menurunkan Al-Qur’an menghendaki agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh. Sedangkan tujuan Al-Qur’an dengan memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam Al-Qur’an adalah satu kesatuan yang terpadu yang tidak dapat di pisahkan. Dan bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau, berubah menjadi kesan yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya.
Al-Qur’an sebagai pegangan hidup umat Islam memegang peran yang sangat besar terhadap perkembangan keilmuan teologi Islam karena Al-Qur’an adalah sumber terbesar dan terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum. Maka, kajian terhadap Al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak ada habismya. Salah satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “Munasabah”. Istilah tersebut mungkin terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung di dunia ulum Al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa besarnya peran munasabah dalam penafsiran Al-Qur’an.
Selama ini kebanyakan orang lebih mengenal “Asbab An-Nuzul” dari pada “Munasabah”. Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai suatu ayat atau surat dalam Al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam Al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun surat dalam Al-Qur’an. Hubungan antara ayat ataupun surat dalam Al-Qur’an tentulah tidak disusun secara sembarangan karena setiap penyusunan dalam Al-Qur’an memiliki makna yang saling berkaitan dan sangat membantu dalam penafsiran Al-Qur’an.
Dalam makalah ini, diharapkan agar para pembaca lebih mengenal dan memahami arti Munasabah dalam Al-Qur’an sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat maupun surat dalam Al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari Al-Qur’an dan mengkaji lebih dalam apa yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan ilmiah.
Makalah ini juga akan menjelaskan “Munasabah” lebih rinci dengan berpatokan pada pembahasan yang sesuai dengan Rumusan Masalah dalam makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dan perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dengan Asbab An-Nuzul?
2.      Bagaimana Munasabah surat dengan surat?
3.      Bagaimana Munasabah ayat dengan ayat?
4.      Apa fungsi ilmu Munasabah Al-Qur’an dalam penafsiran Al-Qur’an?
5.      Bagaimana kritik Orientalis terhadap Munasabah Al-Qur’an?
C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami berbagai penjelasan mengenai Munasabah Al-Qur’an, yaitu:
1.      Memahami pengertian dan perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dan Asbab An-Nuzul.
2.      Memahami Munasabah surat dengan surat serta contohnya.
3.      Memahami Munasabah ayat dengan ayat serta contohnya.
4.      Mengetahui fungsi ilmu Munasabah Al-Qur’an dalam penafsiran Al-Qur’an.
5.      Mengetahui berbagai kritik Orientalis terhadap Munasabah Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dengan Asbab An-Nuzul
1.      Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Secara harfiah kata Munasabah [مناسبة] berarti hubungan, pertalian, pertautan, persesuaian, kecocokan, dan kepantasan.  Kata Munasabah  mempunyai sinonim kata dengan Al-muqarabah [المقاربة] dan Al-musyakalah    [ المثاكالة] yang masing-masing  memiliki arti yang sama yaitu  berdekatan dan persamaan. Sedangkan menurut terminologi para ahli ilmu Al-Qur’an mengartikan Munasabah ialah segi-segi hubungan atau persesuaian Al-Qur’an antara bagian demi bagian dalam berbagai bentuknya.  Dalam arti lain yaitu  merujuk pada makna bahwa antara satu dan lainnya saling berkaitan. Misalnya ayat dengan ayat, kalimat dengan kalimat, surat dengan surat, dan begitu seterusnya.[1]
Menurut para pujangga dan sastrawan salah satu ciri suatu ubahan bahasa bisa dikatakan layak, baik ataupun indah jika memiliki rangkaian susunan kata demi kata, alinea demi alinea dan seterusnya yang memiliki keterkaitan serupa, dan Al-Qur’an telah memenuhi syarat tersebut. Para ulama menilai tertib urutan-urutan surat dan terutama pada ayat-ayat Al-qur’an  yang diyakini bersifat kauqifi dengan mengilustrasikan  Al-qur’an berbentuk bundar dari pada konteks persegi panjang, dengan hal itu maka lebih mudah memahami konsep munasabah.[2]
2.      Perbedaan Antara Munasabah Al-Qur’an dengan Asbab An-Nuzul
Perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dan Asbab An-Nuzul dapat dilihat dari dua aspek, yaitu dari objek kajian dan fungsinya masing-masing. Objek kajian Munasabah lebih kepada aspek stilistika, yaitu suatu ilmu yang memberikan perhatiannya pada bentuk keterkaitan antara ayat dan surat. Sementara Asbab An-Nuzul lebih kepada aspek sejarah diturunkannya suatu ayat.[3]
Sementara jika dilihat dari segi fungsinya, fungsi dari Munasabah adalah membantu menafsirkan Al-Qur’an dengan lebih jelas dan sebagai tolak ukur kualitas kecerdasan seorang penafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.[4] Sedangkan pada Asbab An-Nuzul berfungsi untuk mengetahui hikmah penetapan hukum, bahwa pengetahuan tersebut menegakkan ummat, menghindarkan bahaya, menggali kebajikan dan rahmat.[5]
B.     Munasabah Surat dengan Surat dan Contohnya
Munasabah terdapat pada surat satu dengan surat yang lainnya.  Hal ini dikarenakan Al-Qur’an adalah satu kesatuan yang bagian-bagian strukturnya terstruktur secara integral.[6] Ayat dan surat merupakan bagian dari Al-Qur’an, dan untuk memahami konteks dari bagian satu diperlukan konteks bagian yang lain, baik sebelumnya atau sesudahnya. Munasabah antarsurat bisa dilihat dari nama suratnya atau dari konteks surat terkait.
Munasabah surat dapat dilihat dari surat Al-Fatihah yang berisi ajaran pokok berupa tauhid, yang menjadikan surat Al-Fatihah ini sebagai Umm Al kitab yang mana membuat surat Al-Fatihah berkesusaian dengan surat sesudahnya bahkan keseluruhan surat dalam Al-Qur’an.[7] Kemudian surat ini dikaitkan dengan surat Al-Baqarah. Hubungan Al-Fatihah dan Al-Baqarah dapat dilihat dari isi surat tersebut. Surat Al-Fatihah berisi tentang tauhid (ayat 1-3),[8] sedangkan surat Al-Baqarah menjelaskan lebih rinci mengenai tauhid, apa itu tauhid, apa yang tidak boleh dilakukan dalam tauhid, dan lainnya.[9] Dalam surat Al-Fatihah ayat 6 disebutkan “jalan yang lurus”, sedangkan dalam surat Al-Baqarah menerangkan apa itu jalan yang lurus dalam ayat 2-3. Oleh karena itu, surat Al-Fatihah dan surat Al-Baqarah berkesesuaian atau Munasabah.
Dalam hal ini, juga terdapat contoh lain, yaitu hubungan antara surat An-Nisa dengan surat Al-Imran. Surat Al-Imran berisi tentang kriteria keluarga yang baik menurut Islam, salah satunya tentang ketauhidan.[10] Ketauhidan tidak muncul begitu saja, harus ada pendidikan mengenai tauhid dan orang yang membina, dan pendidikan paling pertama dimulai di dalam keluarga. Jadi, keterlibatan keluarga diperlukan dalam penanaman tauhid. Kemudian dalam keluarga ada peran penting seorang perempuan yaitu ibu, sosok yang wajib dihormati dan dilindungi. Nilai-nilai tentang penghormatan dan perlindungan kepada kaum perempuan ada di surat An-Nisa.[11] Oleh karena itu, surat Al-Baqarah munasabah dengan surat Al-Imran dan surat Al-Imran munasabah dengan surat An-Nisa.
Munasabah tidak hanya berlaku dalam surat yang berurutan saja, dikatakan di awal ada surat Al-Fatihah yang berperan sebagai Umm Al Kitab yang bersifat pokok ajarannya berkaitan dengan seluruh surat dalam Al Qur’an. Contohnya adalah surat Al-Fatihah dengan surat Al-A’raf. Surat Al- A’raf bermakna tempat tertinggi.[12] Tempat tertinggi bisa berarti surga atau neraka. Diartikan surga apabila berpegang teguh pada tauhid, diartikan neraka apabila melenceng dari tauhid.
Kemudian terdapat pula contoh lain, seperti surat Al-‘Alaq yang berisi tentang kekuasaan Allah SWT dan pembalasan yang sesuai dengan perbuatan,[13] sedangkan surat Al-Ikhlas berisi tentang ke-Esaan Allah SWT.[14] Dua surat ini tidak saling berurutan tapi tetap munasabah karena konteks yang saling mendukung. Kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa akan membuat manusia menyadari bahwa Allah itu Esa, tidak ada yang bisa membuat alam semesta yang luas selain Allah SWT. Dari kekuasaan dan ke-Esaan tersebut akan menggugah kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. Tidak ada yang patut disembah kecuali Allah SWT. Jadi, hubungan antarsurah dalam Al-Qur’an adalah pendukung, baik dari segi konteks maupun nama antarsurat yang saling menguatkan.
C.    Munasabah Ayat dengan Ayat dan Contohnya
Ayat-ayat Al-Qur’an telah tersusun sebaik-baiknya berdasarkan petunjuk dari Allah SWT sehingga pengertian tentang suatu ayat kurang dapat dipahami tanpa mempelajari ayat-ayat sebelumnya. Kelompok ayat yang satu tidak dapat dipisahkan dengan kelompok ayat berikutnya. Antara satu ayat dengan ayat sebelumnya dari sesudahnya mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan seperti mata rantai yang saling menyambung. Hal inilah yang disebut dengan istilah Munasabah ayat.[15] Contoh ini dapat dilihat pada surat Al- Isra’ ayat 1-2 sebagai berikut.[16]
سُبْØ­َانَ الَّØ°ِÙŠ Ø£َسْرَÙ‰ بِعَبْدِÙ‡ِ Ù„َÙŠْلا Ù…ِÙ†َ الْÙ…َسْجِدِ الْØ­َرَامِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ الْÙ…َسْجِدِ الأقْصَÙ‰ الَّØ°ِÙŠ بَارَÙƒْÙ†َا Ø­َÙˆْÙ„َÙ‡ُ Ù„ِÙ†ُرِÙŠَÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ آيَاتِÙ†َا Ø¥ِÙ†َّÙ‡ Ù‡ُÙˆَ السَّÙ…ِيعُ الْبَصِيرُ   (Ù¡)
Artinya: Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kekuasaan) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Al-Isra’: 1)
 ÙˆَآتَÙŠْÙ†َا Ù…ُوسَÙ‰ الْÙƒِتَابَ ÙˆَجَعَÙ„ْÙ†َاهُ Ù‡ُدًÙ‰ Ù„ِبَÙ†ِÙŠ Ø¥ِسْرَائِيلَ Ø£َلا تَتَّØ®ِØ°ُوا Ù…ِÙ†ْ دُونِÙŠ ÙˆَÙƒِيلا (Ù¢)
Artinya: Dan Kami berikan kepada Musa, kitab (Taurat) dan Kami menjadikannya petunjuk  bagi Bani Israil (dengan firman), "Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku. (Q.S. Al-Isra’: 2)
Dalam ayat ini terdapat hubungan antara peristiwa  Isra’ nabi Muhamad SAW yang disebutkan pada ayat pertama dengan diberikannya kitab Taurat kepada nabi Musa a.s. pada ayat kedua. Menurut Quraish Syihab, ayat pertama menyebutkan anugerah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang mengisra’kan beliau dengan waktu yang sangat singkat, sedangkan ayat kedua menyebutkan anugerah kepada nabi Musa a.s. yang mengisra’kan beliau dari Mesir ke Palestina, tetapi memakan waktu yang lama. Penyebutan Nabi Musa a.s. juga mempunyai kaitan yang sangat jelas dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj karena beliau yang berulang-ulang mengusulkan agar Nabi Muhammad SAW memohon keringanan atas kewajiban sholat 50 kali dalam sehari semalam.
D.    Fungsi Ilmu Munasabah Al-Qur’an dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa ahli Ulumul Qur’an menjuluki bahwasanya ilmu Munasabah adalah ilmu yang baik (‘ilmun hasan), ilmu yang mulia (‘ilmun syarif) dan ilmu yang agung (‘ilmun hasan). Dengan gelar yang diberikan atas ilmu  Munasabah ini, ilmu ini juga memiliki fungsi atau peran yang cukup signifikan dalam memahami dan menafsirkan kitab suci Al-Qur’an.[17] Adapun fungsi dari ilmu Munasabah sendiri dalam bidang penafsiran Al-Qur’an diantaranya yaitu:
1.      Berfungsi sebagai ilmu pendukung atau penopang dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an agar penafsirannya menjadi lebih jelas.
2.      Dapat membantah anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan korelasi antara satu bagian ayat dengan bagian ayat yang lainnya, padahal ternyata rangkaian ayat-ayatnya memiliki keterkaitan yang menakjubkan.
3.      Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah karena tidak mengetahui Munasabah.
4.      Dapat membantu untuk memudahkan pemahaman Al-Qur’an, baik antara ayat dengan ayat maupun surat dengan surat dalam Al-Qur’an.
5.      Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.
6.      Dapat menjadikan bagian demi bagian pembicaraan  menjadi tersusun demikian rupa laksana sebuah bangunan yang tampak kokoh lagi serasi antara bagian demi bagiannya.
            Ilmu Munasabah sendiri  digolongkan ke dalam ilmu sima’i dan karenanya bersifat naqli (periwayatan). Ilmu Munasabah tergolong ke dalam kelompok ilmu-ilmu ijtihadi yang bersifat penalaran. Sebagai ilmu ijtihadi, ilmu Munasabah tentunya memiliki peluang yang sangat memadai untuk dikembangkan dalam upaya memperkuat dan memperkaya penafsiran Al-Qur’an.[18]
E.     Kritik Orientalis Terhadap Munasabah Al-Qur’an
Orientalis adalah orang barat yang mengkaji terhadap budaya, bahasa dan agama yang berasal dari timur, khususnya yang mereka kaji adalah Al-Quran. Namun, kajian yang dilakukan para Orientalis sangat berseberangan dengan fakta yang sudah relevan. Mereka mencoba mengkritik sesuai dengan beberapa literature timur yang sudah mereka pelajari dengan tujuan agar dapat menyebarluaskan agama Kristen di seluruh dunia.
Banyak kaum Orientalis yang memahami Al-Quran dengan baik, bahkan melebihi dari orang Muslim itu sendiri. Tetapi kaum Orientalis tidak memahami Al-Quran untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari seperti layaknya orang Muslim. Mereka mempelajari dan memahami ayat per ayat dari Al-Quran untuk dibandingkan dengan kitab suci mereka sendiri, bahkan melebihi itu. Kaum Orientalis mempelajari Al-Quran untuk mencari kesalahan dan kelemahan dari Al-Quran itu sendiri.
Melacak tradisi awal Orientalis yang berkonsentrasi dalam penyusunan Al-Quran berdasarkan kronologi turunnya surat, disinyalir telah ada sejak pertengahan abad XIX, bahkan jauh sebelum itu. Al-Bahi menduga embrio Orientalisme sudah ada pada abad XIII. Hal ini ditandai dengan munculnya Orientalisme, khususnya setelah Renaissance dan reformasi ajaran agama Kristen.
Dalam satu artikel di Encyclopedia Britannica (1891), Noldeke menyebutkan banyak kekeliruan pada surat-surat dan ayat-ayat dalam Al-Quran yang disampaikan oleh nabi Muhammad. Menurutnya, nabi Muhammad berbohong tentang sejarah awal agama Yahudi sehingga ia sering keliru dalam mengucapkan nama. Noldeke mengatakan bahwa orang Yahudi yang paling tolol sekalipun tidak pernah salah menyebut Haman (Mentri Ahasuerus) untuk mentri Fir’aun ataupun menyebut Mariam, saudara perempuan Musa dengan Maryam (Miriam), Ibu Al-Masih. Selain itu, karena kebodohannya pula tentang sesuatu di luar tanah Arab, nabi Muhammad menyebutkan suburnya negeri Mesir karena hujan, bukan karena melimpahnya air dari Sungai Nil. Selain itu, Theodor Noldeke beranggapan bahwa Nabi Muhammad pernah lupa mengenai wahyu sebelumnya.[19]
Dari pemaparan di atas jelas Noldeke mengada-ada. Bagaimana mungkin nabi Muhammad lupa atau salah dalam menyampaikan ayat yang disampaikan dari Allah SWT, sedangkan malaikat Jibril selalu mengawal dan membimbing nabi Muhammad, bahkan nabi telah dipercayai akan kemaksumannya.
Dengan adanya masalah yang terjadi pada saat itu, maka animo untuk mengkaji Al-Quran dan menyakini kebenarannya semakin tinggi. Kemudian seorang tokoh bernama Richard Bell juga mengkritisi terhadap sumber yang telah diambil dalam pembukuan Al-Quran yang menyebutkan bahwa Al-Qur’an berasal dari dua sumber, yaitu Tuhan dan nabi Muhammad SAW. Selain itu, dia juga mengadopsi pandangan-pandangan yang mengikuti aliran pendukung naskh Al-Quran untuk mendapatkan kebenarannya.[20]
Dalam hal ini, juga terdapat tokoh lain seperti John Burton yang menyatakan bahwa Al-Quran hanyalah sebuah karya dari Nabi Muhammad. Menurutnya Al-Quran bukanlah wahyu Allah SWT, melainkan hasil karya Nabi Muhammad SAW yang sumbernya dari berbagai pihak.[21]
Kemudian Huston Smith dalam the World’s Religions mengatakan bahwa belum pernah ada kitab dalam khazanah keagamaan pada kebudayaan lain yang demikian sulit dimengerti oleh orang barat selain Al-Quran. Apabila pada masa-masa sebelumnya Al-Quran dipandang dari sisi asal-usul, akhir-akhir ini kitab tersebut dipandang sebagai kitab yang independen. Dengan kata lain, Al-Quran tidak dipandang dari sumber kemunculannya, tapi sebagai fakta kultural dan Al-Quran itu sendiri memang bermakna.[22]
Dalam argument tersebut sudah jelas bahwa Al-Quran merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad atas perantara malaikat Jibril. Pembuktiannya dapat dilihat dari segi bahasa dan strukturnya yang tidak mudah untuk dimengerti. Maka kesimpulannya, tidak mungkin Al-Qur’an dibuat atau dikarang oleh nabi Muhammad SAW maupun manusia lainnya.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan tentang Munasabah di atas, maka dapat disimpulkan beberapa poin penting yaitu:
1.      Munasabah Al-Qur’an merujuk pada makna bahwa antara satu dan yang lainnya saling berkaitan. Misalnya ayat dengan ayat, kalimat dengan kalimat, surat dengan surat, dan begitu seterusnya. Sedangkan perbedaan antara Munasabah Al-Qur’an dan Asbab An-Nuzul dapat dilihat dari dua aspek, yaitu dari objek kajian dan fungsinya masing-masing.
2.      Munasabah surat dengan surat adalah keterkaitan antara satu surat dengan surat lainnya. Munasabah surat dapat dilihat dari isi surat Al- Fatihah dan surat Al-Baqarah. Surat Al-Fatihah berisi tentang tauhid (ayat 1-3), sedangkan surat Al-Baqarah menjelaskan lebih rinci mengenai tauhid, apa itu tauhid, apa yang tidak boleh dilakukan dalam tauhid, dan lainnya.
3.      Munasabah ayat adalah keterkaitan antara satu ayat dengan ayat lainnya. Contoh ini dapat dilihat pada surat Al- Isra’ ayat 1-2. Dalam ayat ini terdapat hubungan antara peristiwa  Isra’ nabi Muhamad SAW yang disebutkan pada ayat pertama dengan diberikannya kitab Taurat kepada nabi Musa a.s. pada ayat kedua.
4.      Fungsi ilmu Munasabah dalam bidang penafsiran Al-Qur’an yaitu:
a.       Berfungsi sebagai ilmu pendukung dalam penafsiran Al-Qur’an
b.      Dapat membantah anggapan negative tentang Al-Qur’an
c.       Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an
d.      Dapat membantu untuk memudahkan pemahaman Al-Qur’an
e.       Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa serta memahami keutuhan makna Al-Qur’an
f.       Dapat menjadikan bagian demi bagian pembicaraan  menjadi tersusun demikian rupa laksana sebuah bangunan yang tampak kokoh lagi serasi antara bagian demi bagiannya.
5.      Kritik Orientalis terhadap Munasabah Al-Qur’an datang dari beberapa tokoh, yaitu:
a.       Theodore Noldeke menyebutkan bahwa banyak kekeliruan pada surat-surat dan ayat-ayat dalam Al-Quran yang disampaikan oleh nabi Muhammad. Dia juga beranggapan bahwa Nabi Muhammad pernah lupa mengenai wahyu sebelumnya.
b.      Richard Bell juga mengkritisi terhadap sumber yang telah diambil dalam pembukuan Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Al-Qur’an berasal dari dua suber, yaitu Tuhan dan nabi Muhammad SAW.
c.       John Burton menyatakan bahwa Al-Quran bukanlah wahyu Allah SWT, melainkan hasil karya Nabi Muhammad SAW yang sumbernya dari berbagai pihak.




















DAFTAR PUSTAKA
Amin Suma, Muhammad. 2014. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ahmad Said, Hasani. Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Misbah. diakses dari https://tafsirhadistb.wordpress.com/2014/01/10/al-qur’an-dalam-pandangan-kaum-orientalis/ pada tanggal 14 Maret 2018 pukul 18.00 WIB.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Darus Sunnah.
Hermawan, Acep. 2013. Ulumul Qur’an. Bandung: Rosda.
Ar-Rumi, Fahd Bin Abdurrahman. 1996. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.









[1] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 236.
[2] Ibid, hlm. 236.
[3] Fahd Bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hlm.  180.
[4] Ibid, hlm. 255.
[5] Ibid, hlm. 186.
[6] Acep Hermawan, Ulumul Qur’an, (Bandung: Rosda, 2013), hlm. 132.
[7] Ibid, hlm. 132.
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm. 2.
[9] Ibid. hlm. 3.
[10] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm. 51.
[11] Ibid, hlm. 78.
[12] Ibid, hlm. 152.
[13] Ibid, hlm. 598.
[14] Ibid, hlm. 605.
[15] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 240.
[16] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002), hlm. 283.
[17] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 255.

[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 256.
[19] Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Misbah, diakses dari https://tafsirhadistb.wordpress.com/2014/01/10/al-qur’an-dalam-pandangan-kaum-orientalis/ pada tanggal 14 Maret 2018 pukul 18.00 WIB.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir Al-Misbah, diakses dari https://tafsirhadistb.wordpress.com/2014/01/10/al-qur’an-dalam-pandangan-kaum-orientalis/ pada tanggal 14 Maret 2018 pukul 18.00 WIB.

Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang