Bejo dan Duni(a)neh.
Bejo berjalan ke depan kemudian ke
belakang, mondar-mandir di pematang sawah yang terletak di ujung desa. Bejo
berdalih pada bebek-bebeknya yang di angon tiap sore di sekitaran sawah
ini. “Bebek-bebekku! aku sengaja
berbicara denganmu, karena aku tidak mempunyai ibu, ayahku pun meninggalkanku
dengan nenekku yang sudah tua renta di dunia ini.” Bejo seakan menjadi lelaki
paling malang di desanya, tapi anehnya ia selalu merasa paling bahagia di dunia
ini.
“Jo, bebek-bebekmu sangat bahagia menjadi peliharaanmu.” Mat memuji Bejo yang sedang menggiring
barisan bebek melewati gang kecil menuju kandangnya “Wekkk…wekkk…wekkkk”
bebek-bebek itu bersahut-sahutan menyuarakan suara khasnya seakan mengangguk
dan menyetujui “Ya” atas ucapan Mat teman kecil Bejo.
“Tentu saja Mat, aku ini lelaki paling
beruntung dengan bebek ini. Mat, tidakkah kau
tahu bahwa manusia disekitaranku itu memang aneh”
“Aneh?” Mat bertanya heran sambil
mengeryitkan dahinya
“Aneh, Mat, kalau saja aku bercerita
segalanya, maka telingamu akan terbakar sekarang juga. Begini Mat, dengarkan
aku baik-baik, kau tau kan? ibuku yang dulu menjadi rumahku saat aku belum
memiliki wajah seburuk ini, ah maksudku saat aku masih belum melihat dunia ini
bahkan perempuan itu rela meninggalkan aku saat usiaku baru 72 jam di bumi,
kemudian ayahku sengaja meminum racun dan kematiannya menjadi berita termanis
di desa pada waktu itu, tidakkah aneh Mat?”
“Hei Bejo, kau ini terlalu meratapi ibumu
yang belum kembali, dan ayahmu yang telah mati, sudah ayo bergegas mandi,
setelah itu ke masjid, kemudian mengaji ke rumah Pak Alim”
“Mat, kau terlalu lugu, bahkan lihatlah,
orang-orang memang aneh, bahkan masjid selalu sepi, hanya ada kau, Pak Alim dan
2 kakek tua, selain itu tidak ada yang berminat. Aku pikir kelak masjidku akan
kubuat hal-hal yang menabjukkan, seperti menara Eiffel di Paris misalnya;ramai,
romantis, dan berkesan Mat, tidak lusuh dan bau debu dimana-mana yang menyengat
di paru-paru.”
“Kau bicara semakin nglantur Jo. Sudah Jo, aku ingin ke kali (sungai)
untuk mandi.”
“Tunggu Mat!” Bejo meraih pundak Mat yang hendak ke kali
membawa ember sabun di tangan kanannya, kemudian Bejo bicara lagi dan
menanyakan perihal yang tidak masuk akal
“Mat, katakan pada ikan-ikan di kali bahwa
memang benar orang-orang di sekitar kita aneh,”
“Cukup Jo, setiap hari kau terlalu banyak
mengoceh, kau pujangga yang gagal dan menjadi gila”
Saat Mat mengatakan bahwa dirinya gila bibir
Bejo nyengir disusul tawa yang
terbahak-bahak dari mulutnya yang bau tembakaunya khas sekali
“Aku ingin menunjukkan hal-hal aneh
berikutnya Mat. Kemarin, tepat jam 7
pagi aku sengaja membunyikan suaraku pada microfon masjid, dan kau sudah
tau kan? aku tidak bernyanyi, aku adzan, dan wow luarbiasa orang-orang di desa
ini berbondong-bondong mengunjungi masjid ini. Tapi sayangnya mereka tidak
untuk menemui Tuhan, tapi untuk menemuiku, dan memaki-maki diriku yang kata
orang-orang aku bernasib malang, dan berwajah buruk sehingga tidak ada seorang
pun gadis yang akan mendekati dan menambatkan hati pada diriku”
“Dan lagi Mat, kau harus mengatakan jujur
padaku, apa teman baikmu ini benar-benar tidak akan menikah? dan memiliki anak
seperti Sidi dan Yul?”
“Bagaimana bisa kamu menikah, mengurus
dirimu saja tidak sanggup, menikah saja dengan bebek-bebekmu” ketus Mat
“Kau benar Mat, ini bukan sebuah hinaan, Ibuku
yang menyusui ASI selama 3 hari saja tidak sudi berlama-lama memandang wajahku
yang buruk, apalagi dengan para gadis yang berparas cantik di desa ini”
Bejo membalikkan badan, rambut gondrongnya
tertiup pelan oleh sumilir angin;pohon-pohon di desa ini memang rindang. Bejo tidak
pernah meratapi nasibnya, hanya saja ia pernah sekali bertanya pada Tuhan “Kenapa
Kau berikan aku topeng yang jelek, Tuhan?.” Namun ia segera membuang jauh-jauh
pikiran itu, baginya tidak ada yang lebih berharga daripada mengurusi
bebek-bebeknya yang ia beri makan dan akan memberi makan ketika bebek-bebek itu
menetaskan telur biru yang biasa ia jual di warung Mbok Sutiyem.
~~~
Selang 3 tahun ketika Mat selesai mengabdi
di pondok Kyai Hasyim, ia mendengar kabar keanehan Bejo. Kata orang-orang Bejo
sesekali telanjang di teras rumah ketika malam hari. Orang-orang menganggap ia
gila, namun pada kenyataanya Bejo masih setia merawat bebek-bebeknya dan angon
setiap sore memberi kebebasan pada mereka. Ia membiarkan bebek-bebeknya
bermain-main kesana-kemari.
“Benar sekali kata Bejo bahwa orang-orang
disini memang aneh, bahkan dirinya sendiri membuktikannya. Ia lebih aneh dari
yang teraneh di desa ini yang pernah ku ketahui. Walau bagaimana pun ia adalah
sahabatku, bahkan meski matanya ganjil.”
Mantaapp
ReplyDeleteMakasih Sofa udah baca hhe. Ditunggu kritik dan sarannya yo.
Delete