Ruqyah dan Perhelatannya



Orang-orang itu berbisik-bisik di dapur, ternyata setelah aku amati dari kejauhan ada wanita ahli provokasi  yang sedang menggoreng kentang sambil komat-kamit bibirnya dengan fasih membicarakan kejelekan-kejelekan calon pengantin perempuan bernama Ruqyah. Aku sebenarnya sudah paham persis mengenai Ruqyah sepupuku, bagaimana watak dan masalahnya yang njlimet sehingga menyebabkan ia bertingkah seperti wong edan.
“Brrraakkkkk..”
Suara pintu terbanting keras hingga terdengar dari lantai satu,”kenapa itu?” kata Pak Madi yang sedang menyendok kuah bakso dimangkok.
“Ah biasa, siapa lagi” kataku  kepada orang-orang sambil berkata malu.
 Aku berfikir apa yang terjadi setelah sepulang akad tadi, kenapa Ruqyah semakin edan, kemudian aku tetap melanjutkan membungkus klepon yang baru saja diangkat dari tungku walau sebenarnya pikiranku masih terheran-heran dengan tingkah laku Ruqyah.
“Sebentar ya, Ndeng, aku mau ngecharger hape” kataku kepada Pendeng yang sedang membungkus klepon disampingku.
“Ruqyah, Ru..”
“Ngapain?”
Belum selesai aku berbicara, seketika Ruqyah membentak dengan nada yang tinggi sambil melempar tasku dari kamarnya yang berisi charger
“Nggak usah naruh tas disini, bawa pulang sana”
Seketika aku kaget dan langsung pergi, semenjak itu masalah makin menjadi-jadi, bahkan marah-marah hanya karena baju yang aku kenakan adalah miliknya.
“Nggak usah makai bajuku, makai baju sendiri”
 Ruqyah keluar dari kamar mandi melewati hadapanku dan orang-orang yang sedang mengiris cap-cay dengan berteriak lancang sambil berjalan seperti orang kesetanan, semua orang yang memasak di dapur itu terhenyak dan heran.
Aku pun sontak merasa sakit hati dengan ucapan Ruqyah didepan banyak orang, harusnya ia tau di rumahnya aku membantu, bagaimana sempat pulang mengganti baju, kataku didalam hati. Selang beberapa jam aku melepas baju itu dan aku letakkan di depan pintu kamarnya.
“Yah, tadi bajunya sudah aku kembalikan di depan pintu” kataku sedikit nada tinggi,Ruqyah membuang muka dan sambil berkata entah tidak begitu terdengar.
Gaje banget sih.“ aku nyengir dan menatap orang-orang disekitarku, ternyata Siti ibu Ruqyah menyaksikan adegan yang baru saja terjadi, ia memarahiku di depan banyak orang tanpa mengatur ritme bicaranya.
“Gubrakk..Kok yang disalahin aku terus, apa-apa aku”  kentang yang sedang aku kupas seketika aku lempar, aku menangis menuju keluar dapur, tetap saja bu Siti masih berkata panjang lebar, bahkan  mengungkit-ungkit kebaikan yang dilakukan kepadaku selama ini. Dadaku semakin sesak bahkan tidak mungkin rasanya aku melupakan perhelatan yang akan digelar ini, mulai dari jauh hari kenapa pernikahan ini akan terjadi, sebenarnya aku tidak ingin mengingat-ingat keburukan Ruqyah yang berpindah sekolah beberapa kali dari SMA terfavorit hingga sekolah yang siapa saja jelas diterima, bahkan bila aku boleh menghina, Ruqyah itu wanita jalang, tidak tau berapa lelaki yang pernah digauli, dan calon suaminya sendiri menikahi bukan atas dasar cinta, tapi entah aku juga tidak memahami, yang aku ketahui bahwa ternyata Ruqyah pernah hamil, tetapi ibu Siti tidak pernah tau hal itu, aku mengetahui tabir ini bermula Ruqyah menceritakan kepada kakak iparku bernama mbak Nina, kenapa tidak cerita sama aku saja masalah sebesar ini, padahal dahulu kan Ruqyah itu teman bermainku, aku dengannya hanya selisih satu tahun saja. Ah wajar saja, mbak Nina memang santai orangnya, jelas tidak mungkin Ruqyah bercerita kepada bu Siti, tamat sudah riwayatnya jika sampai tau ia pernah hamil, dan mustahil juga cerita kepadaku karena aku jelas akan menceritakan terang-terangan pada Bu Siti.
Tapi yang sangat mengejutkan lagi, kandungan Ruqyah  gugur karena Jimmy calon suaminya itu berkali-kali memberikan mulai dari ramuan, obat, bahkan ke dukun untuk menggugurkan jabang bayi yang dikandung Ruqyah, selebihnya aku kurang tau kenapa akhirnya mereka akan sampai ke pelaminan  yang akan digelar dua hari lagi.
“Jeglekkkk…. Jeglekkk..Ngengggg..” Aku menghidupkan mesin sepeda motor dan melaju kencang kembali kerumah dengan tangisan terisak-isak, aku sangat membenci pernikahan yang akan diadakan ini, bukannya aku iri, apalagi cemburu, tapi acara ini mengundang banyak permasalahan bahkan kemarin saja kakak persisku Mbak Rena pulang kerumah secara mendadak dan marah karena perseturuan dengan tukang provokasi yang jago membuat huru-hara, juga karena Ibu Ruqyah yang berpura-pura menyudahi mengisyaratkan Mbak Rena untuk mengalah di depan orang banyak. Akan tetapi Mbak Rena salah paham, malah mengira bahwa ia disalahkan dan sebagainya, padahal semua masalah pemesanan tahu, bakso,dan daging ayam, Mbak Renalah yang mengurus, hal tersebut menimbulkan kekacauan hingga menyebabkan Ibu Ruqyah menangis. Dihari berikutnya akhirnya mbak Rena mau datang lagi dan mengurus perhelatan kembali yang akan diadakan dua hari lagi, itu mungkin karena dibujuk oleh beberapa orang, jika mbak Rena tidak kembali entah apa yang terjadi, gosip diluar sana akan semakin memanas, untung saja Ruqyah waktu itu sedang menstruasi jadi anggapan-anggapan kata menikah karena sudah hamil itu tidak terdengar lagi, meski sebenarnya pernah hamil.
Aku mengurung diri di kamar seharian dan meraba-raba masalah yang terjadi, kadang sesekali aku membuka youtube dari ponselku untuk mencari hiburan dan menenangkan diri, aku merasa bimbang untuk datang lagi ke acara itu, bagaimanapun aku masih saudaranya namun disisi lain aku sangat sakit hati.
Pagi hari menjelang acara resepsi, aku masih mengurung di kamar dan asyik dengan musik popku.
“Don,, Don, ayo kerumah Ruqyah, kalau kamu tidak kembali apa kata orang, kemarin Rena, sekarang kamu”
Ibu membuka pintu kamarku membuat aku terkagetkan, Ibu merayu-rayu aku datang  kerumah Ruqyah dan mengalah untuk masalah ini, sepertinya ibuku sudah sangat pusing karena ibu sendiri sering cek-cok  masalah-masalah kecil dengan Ibunya Ruqyah selama persiapan, entah karena bahan untuk acara resepsi Ruqyah, ataupun perbedaan pendapat   diantara mereka. Kemudian setelah ibu memberi wejangan panjang lebar akhirnya aku bergegas mandi dan menuju rumah tempat merias Ruqyah.
“Nggak malu, Don”
Dyarr.. aku mengelus dadaku dan berkata sabar dalam hatiku, baru saja sampai, langsung disambut dengan pertanyaan yang sinis oleh mbak Rena. Aku tidak menjawab apapun,  dadaku rasanya sesak sekali, dengan pertimbangan dalam hati, akhirnya aku mendekat kearah Ruqyah
“Ruqyah, aku minta maaf dan ayo baikan lagi” akhirnya Ruqyah sedikit tersenyum, akupun berpura-pura tersenyum walau sebenarnya sangat terluka, namun setidaknya sedikit lega, meski aku tau ibu Ruqyah masih sinis dan acuh kepadaku, aku hanya berpasrah kepada Tuhan.


Comments

Popular posts from this blog

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Jenis-Jenis Novel

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang