Dendam Part 12 (Face to Face)


Sinar mentari pagi ini terasa hangat di tubuhku, aku merasakan ada banyak kehangatan memeluk jiwaku. Benar saja, hari ini Pandu berlibur ke Jogja untuk menemuiku. Katanya rindu, ia mengirimiku sebuah puisi dari Kahlil Gibran yang dituliskan untuk kekasihnya Selma semasa hidupnya, dan Pandu pun mengganti nama Selma dengan namaku ‘Donita” pada karya bukunya yang berjudul Sayap-sayap patah.
“Aku terbenam jauh ke dalam pikiran dan renungan dan berusaha memahami makna semesta alam serta firman kitab-kitab ketika aku mendengar cinta berbisik ke telingaku lewat bibir-bibir Donita”
Aku akui, ia memang lelaki yang sangat puitis, ya seperti pada cerita sebelum-sebelumnya yang telah aku singgung saat bagaimana ia pertama mengirimiku pesan Whatsapp padaku. Ia mengatakan cinta dengan romantika bahasa yang senada dan bermakna.
“Donita, aku akan sampai bandara tepat jam 7, apa kau bisa menjemputku” pinta Pandu
“Tentu, aku akan bersiap-siap sekarang kok”
Sebenarnya belum juga buih-buih cinta itu muncul padaku. Aku tetap menganggap ia sahabat terbaikku yang pernah aku kenal semasa kecil. Aku bahagia sekali setelah sekian lama tidak jumpa dengannya. Tetapi dalam diriku yang paling dalam aku harap-harap cemas jikalau saja ia masih mengungkit perihal cinta. Ya meski aku sudah menjelaskan segalanya bahwa aku memang tidak mencintai dia.
“Pandu, kau adalah sahabat terbaikku, tetaplah jadi sahabat terbaikku selamanya” itu pesan yang aku kirim berulang kali padanya.
~~~
Aku sesak melihat orang-orang berjalan menenteng-nenteng koper, hawanya terasa dingin di dalam tubuh karena AC, tetapi aku merasakan kobaran api yang menggelora pada diriku.
“Aduh sebelah mana ya? Aku deg-degan sekali” perasaanku berkecamuk mencari-cari Pandu
Dan seketika “Plekkk…” ada yang menepuk pundakku dari belakang, dan aku pikir itu Pandu , ternyata pria paruhbaya yang bertanya arah ke parkir motor bandara kepadaku. Nampaknya ia kurang mengerti bahasa inggris, karena semua sign di Bandara rata-rata menggunakan  bahasa inggris
Kini beberapa tahun sudah berlalu, aku benar-benar merinding “Apa yang harus aku lakukan padanya” kini tinggal sisa-sisa kenangan diwaktu kecil saat aku dengannya main bersama dan berlari tanpa mengenal lelah karena peluh keringat di wajah.
“Hai, ternyata kamu benar-benar lupa meski sudah melihat foto profil WA ku”
“Hah, Pandu, aduh aku kaget banget, aku pikir siapa..!!”  jawabku kaget melihat Pandu tiba-tiba di depan mata
“Daritadi aku duduk di bangku itu “ sambil menunjuk ke arah bangku tunggu yang terletak di belakang tepat aku berdiri.
“Kenapa kamu enggak sapa aku langsung aja?” tanyaku sedikit gugup
“Ya sengaja, aku ingin melihat seberapa pahamnya kamu sama wajahku” elak Pandu
“Ah enggak lucu !” aku memanyunkan bibirku pertanda bahwa aku tidak menyukai permainan ini.
~~~
Setelah aku mengantarnya ke losmen tempat ia menginap selama  seminggu di sini, aku pergi keluar bersamanya. Kita pergi ke alun-alun kota menikmati remang malam yang terhiasi taburan cahaya rembulan. Ternyata tetap saja Pandu adalah Pandu, ia membuatku tertawa terbahak-terbahak dengan gaya lucunya. Dalam hatiku berkata “That’s awesome” dia semakin tampan dan asyik luarbiasa, ini sangat tak terduga. Aku seolah melihat Pandu seperti seberkas cahaya baru, senyumnya yang tulus, kelakarnya yang membuat terhibur dalam jiwaku. Kita bicara nglaor-ngidul, ia menceritakan kuliahnya di sana, aku pun sebaliknya. Aku menceritakan banyak hal tentang diriku selama kuliah. Sungguh Pandu membuat suasana menjadi cair, bahkan aku lupa kalau ia pernah mengucapkan beberapa kali kalimat cinta melalu whatsapp, dan well, now he’s here, so welcome to my bestie friend Pandu.


Comments

Popular posts from this blog

Jenis-Jenis Novel

Tips-Tips Menulis Praktis Dengan Rumus (7W+1H)

Tips-tips Bagi Aktor Pemula Dalam Teater.

Hutan Pinus Mangli, Magelang