Dendam Part 7 ( Bocah Berbaju Frozen)
Banyak berbagai profesi di dalam rombongan festival itu, akan tetapi profesi itu hanya berupa tipuan, pemanis dan penyemangat para anak-anak TK, PAUD, juga Playgroup. Jelas saja; sang pilot terlihat masih kecil, bahkan diikuti ibunya dibelakang. Takutnya si anak menangis merengek meminta susu botolnya;sang dokter perempuan nampak pucat kekurangan vitamin, ada juga yang memakai seragam tentara tapi badannya sangat kurus, masih banyak profesi lainnya, hampir saja aku khilaf menertawai sejadi-jadinya melihat bocah yang memilih mengenakan seragam guru namun kaos-kakinya kanan berwarna pink, dan yang kiri berwarna hijau. Aku tidak tau pasti, apakah itu disengaja atau memang ibunya keliru memasangkan ke kaki anaknya. Festival ini menjadi sajian khusus untuk masyarakat setempat untuk memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang diadakan satu kali dalam setahun. Biasanya orang-orang akan berkumpul di pusat kota berbondong-bondong berbaris dipinggir jalan terlihat seperti kerumunan semut berduyun-duyun memadati area festival. Aku senang melihatnya, mereka ada yang menunggangi kuda, baik kuda sungguhan ataupun kuda jadi-jadian, kuda lumping misalnya. Ada juga yang mengenakan topeng monyet dan melakukan atraksi di tengah jalan, banyak tari-tarian yang lihai, atau yang menjadi ciri khas event agustusan adalah beberapa deretan drumband yang dipimpin mayoret cantik dan kenes (centil) menggoyang-goyangkan pantat diimbangi tongkat ditangannya, sesekali dilempar ke atas, diputar-putar, atau hanya sebagai penanda mulai dan berhentinya nada. Rata-rata mereka berasal dari sekolah menengah pertama atau pun sekolah menengah atas. Kemudian di belakangnya lagi diikuti tarian kuda lumping yang tak tanggung-tanggung kesurupan di jalan bahkan memakan pecahan kaca, sekaligus mengunyah-ngunyah. Aku melihatnya sangat jijik dan ngilu. Tentu saja itu berkaitan dengan hal-hal magik. Percaya atau tidak, bisa dibayangkan jika manusia normal memakan pecahan kaca maka akan segera dilarikan ke rumah-sakit di ruang Unit Gawat Darurat (UGD). Aku jadi teringat nenek, ketika nenekku masih hidup, ia selalu berdongeng denganku, pernah sesekali menceritakan hal-hal magik kepadaku. Ia berdalih bahwa orang-orang zaman dahulu mempunyai ikhtiar yang bagus, dan amalan yang rutin. Aku tidak mengerti apa yang dimaksud nenek, yang jelas ia mengatakan bahwa dahulu banyak Orang-orang bisa menghilang alias berpindah tempat begitu saja, berubah menjadi harimau, atau berjalan di atas air. Aku pikir itu hanya pelipur cerita saat aku mau tidur saja, tapi yang jelas itu berkaitan dengan magik.
Waktu itu aku masih sekitar berumur 8 tahun, tampak polos, kusut,
dan kering merata bibirku, bahkan sesekali melahap ingusku sendiri yang keluar
dari lubang hidungu. Aku takjub melihat semua jenis hiburan yang ada
dalam festival itu yang tidak mungkin aku sebut satu persatu sanking banyaknya
ciptaan Tuhan yang kreatif berjalan perlahan berkeliling jalanan di pusat kota.
Di sela-sela keramaian itu mungkin aku yang berbeda diantara yang lainnya, atau
mungkin ada yang senasib denganku, atau mungkin hanya perasaanku saja. Kala itu,
ketika matahari puas membakar bumi teramat sangat panas menyeruak di sepanjang jalan.
Gemuruh alat-alat musik tak disedari mengiang-ngiang di dalam gendang
telingaku. Aku tak peduli, mataku beralih memandangi wanita sebayaku di
sebelahku, ia tampak rapi mengenakan baju bergambar frozen warna biru, dan
bando senada di kepalanya. Ia tampak asyik melumat ice cream di
mulutnya. Sampai-sampai aku tak sadar aku meraba-raba ice-cream di
bayanganku. Aku hampir saja dibuat malu oleh diriku sendiri karena mengulur-ulur
lidahku persis terlihat gesture orang memakan ice cream. Bocah
berbaju frozen itu balas menatapku tajam layaknya majikan menatap pembantunya
yang menggosongkan baju kesayangannya ketika di setrika. Persetan
!! ia bahkan sengaja mengejekku mengulur-ulurkan lidah dan
memamerkan ice cream yang perlahan meleleh dimulut, juga di
telapak tangannya, ketika festival berhenti beristirahat masih saja
bocah berbaju frozen itu bersebelahan denganku di antara kerikil dan pasir yang
berada tepat di bawah pohon. Aku menebak ia bersama keluarganya, ibu, bapak,
juga kakak yang sudah belasan tahun mengenakan seragam SMA dan sangat terlihat
harmonis mengenakan baju yang warnanya senada.
~~~
Ahh.. aku sangat geli jika harus mengingat kembali memori-memori
lama yang terkesan luka permanen di otakku, andai saja aku adalah mesin maka
dengan segera aku format segala ingatan kecilku, ingatan itu menampar keras
diriku, kejadian itu semacam ketidak-adilan Tuhan. Aku mengingatnya dengan
pasti bocah berbaju frozen itu riang dengan hidupnya dan sadis menindas
perasaanku begitu dalam menancapkan duri di bagian ulu hati, aku menyadari, aku
iri, lihatlah ia sesekali bercanda dengan ibunya, kakaknya, atau
bapaknya yang dengan sengaja menggendong di pundaknya untuk melihat semua arak-arakan festival
dengan jelas. Sedang aku? Aku hanya dititipkan pada tetanggaku, dan diberi
amanat untuk tidak merepotkan tetanggaku saat menonton festival, jangan banyak
jajan, dan banyak “Jangan-jangan” lainnya., ibuku tidur di atas kasur, tepatnya
bukan tidur, tetapi ibuku sakit menahun meratapi nasibnya, menjadi seorang
pengantin baru. Ya ibuku bersuamikan kasur, sehingga tiap detik, menit, dan jam
ia meniduri kasur, ditemani bantal, selimut, serta guling. Tubuhnya memar
karena hantaman, tangan bapakku tembok keras saat bertemu ibuku, matanya sayu,
pilu, bahkan lidahku kelu untuk mengingat itu. Ahh kenapa harus aku
mengingat-ingat itu, haruskah aku terjerat masa-laluku dicabik-cabik dengan
tombak yang sengaja diracuni. Itu hanya analogi, dan sangat menyakitkan.
~~~
Pagi yang dingin, aku harus sesegera memulai aktivitas sebelum
matahari murka, bintang-bintang yang bergelantunggan tadi malam telah enyah,
hantu-hantu yang bergelayut di pohon-pohon juga mungkin mulai tidur kembali. Ada
juga sumilir angin yang kencang menabrak badanku, itu seperti menghina bau
tubuhku yang apek karena belum mandi kemudian memakai minyak wangi.
Angin malam yang bergentanyangan semalam juga sudah usai, aku menarik nafas
pelan, hempaskan Huftttt…..
Comments
Post a Comment