Dendam Part 4 (Hujan Sore Hari)
Sore yang melelahkan, dan terlihat seperti hari yang labil, lihat saja cuaca hari ini seperti tidak masuk akal;panas tadi siang seketika diguyur hujan deras yang seolah menyematkan pesan. Ini seperti cinta yang menggebu kemudian disusul rasa cemburu, dan cinta itu menjadi abu-abu karena benci atas dirinya yang cemburu. Menggerutu, dan sebenarnya ingin sekali dicumbu. Sore itu orang-orang ramai berjajar di depan toko-toko yang parkirannya luas, ada banyak pasang yang berteduh karena tidak membawa mantel. Terutama di depan toko cat itu Ada pasang suami –istri yang menggendong anaknya, ada pasang sahabat yang saling bercerita, ada juga sepasang kekasih yang asyik menikmati jatuhnya tiap buliran hujan. Ia seolah bercengkrama mengenai cinta yang indah bak di taman-surga, aku lihat dari kejauhan sepasang kekasih itu terlihat tajam menatap kekasihnya;seolah pancaran matanya mengatakan bahwa ia sungguh mencintainya, sesekali tangan lelaki itu meraih rambut kekasihnya untuk mengusap buliran air hujan yang terkait dengan rambutnya yang sudah terlanjur basah, kemudian teramat manis karena dibalas senyum ramah perempuan tercintanya yang masih tersemat rasa malu-malu. Aku pikir mereka merupakan pasangan kekasih yang baru saja dirajut hingga masih tercium aroma semerbak wanginya cinta yang menggelora menguasai diri mereka. Atau mungkin saja memang cintAnya terlalu melekat pada keduanya sehingga meski ia bukan pasangan kekasih yang baru mereka terlihat seperti madu yang manis, dan aku harap dugaanku yang kedua benar.
~~~
Aku segera membereskan tubuhku yang basah kuyup, segera aku
bergegas ke kamar mandi, aku bilas bersih rambutku dengan shampoo. Saat
aku kembali ke kamar handphoneku bordering berulangkali, aku
pikir Fanessa dan Rena. Aha.. aku jadi ingat ingin sesegera mengetahui nomor
misterius itu. Seketika aku tercengang melihat isi pesannya yang sudah menumpuk
dan ternyata dia adalah
“Aku adalah teman masa kecilmu, aku Pandu”
“Ping”
:Ping”
Puluhan Ping ia kirimkan pesan, dan
yang paling membuatku tercengang adalah bagian ini
“Ita, ya aku dulu selalu memanggilmu Ita meski yang lain
memanggilmu Doni, kamu masih ingatkan? Sekian tahun aku rindu sekali ingin
bertemu, tapi aku bisa apa, maaf jika sebelumnya aku lancang, aku ingin
mengatakan sebenarnya, bahwa kau merupakan cinta pertamaku dan itu dimulai
sejak aku awal mula memasuki SMA”
“dan kamu pasti tidak asing lagi dengan kata ini first
love never die. Yapss benar sekali, ternyata meski sudah 4 tahun aku tidak
bertemu denganmu aku selalu mengingatmu, masih terngiang wajah kecilmu yang
mungil saat dulu bermain kelereng denganku, aku tidak akan berkata lebih
panjang lagi, aku takut engkau muak.”
“ Aku sudah lega mengatakannya, aku hampir mati memendam 4 tahun
rasaku, aku pernah coba melupakanmu, tapi sia-sia dan seperti tak akan terjadi,
dan mengenai bagaimana kamu ospekmu dihukum aku stalking akun instagrammu”
Tanganku bergetar, dan benar-benar tidak mengira Pandu, ya Pandu
teman kecilku akan mengatakan semua ini. Aku tidak mengira bahwa dia sepuitis
itu. Pandu dahulu memang teman baikku ketika aku kecil, bahkan ia selalu
membantuku ketika teman-teman mengucilkan aku. Ia selalu mau bermain denganku
kapan saja, dan aku ingat persis saat aku bermain petak umpat sore-sore di
sudut desa yang letaknya dekat sawah-sawah yang dipenuhi ilalang,
dia membantuku juga, ketika itu aku bersembunyi di sekitaran ilalang yang
tinggi dan banyak sekali ulatnya, namun aku nekat bersembunyi disitu, aku pikir
itu tempat yang aman, dan aku akan menang karena teman-temanku tidak
akan menemukanku, akan tetapi betapa malang nasibku, mereka meninggalkanku
begitu saja meski aku menunggu-nunggu mereka untuk menemukanku, dan ya, Pandu
yang tetap masih menungguku. Pandu menceritakan bahwa mereka tidak juga
menemukanmu dan akhirnya mereka pulang karena lelah mencariku dan mereka dicari
para orangtuanya karena menjelang maghrib, dan ya, aku seorang diri yang tidak
dicari orangtuaku. Sebenarnya sebelum orangtua mereka datang Pandu meminta
mereka tetap mencariku tetapi mereka tidak mau, sampai benar-benar langit gelap
dan aku menangis, untunglah ada Pandu. Aku hampir saja lupa dengan teman baikku
satu ini, karena semenjak kelas 2 SMA ia pindah ke Sumatera bertransmigrasi
bersama keluarganya, bahkan tak pernah lagi aku mengingatnya. Aku seperti
pecundang yang melupakan teman baikku, aku akui aku pecundang, maafkan aku
Pandu.
~~~
Lidahku menjadi kalut, rasa segar air yang mengguyur ketika aku
mandi baru saja bahkan seketika menjadi tak berasa, aku bahkan seperti mencium
bau comberan pada diriku sendiri yang aromanya menyengat dan tidak nikmat yang
akan membawa ke tahap mual-mual pada perutku:;mataku membesar memandangi layar
HP seperti zombie yang siap memangsa tawanannya. Ya aku memang benar-benar dini
perihal cinta, sungguh aku tau Pandu memang lelaki yang sangat baik, bahkan aku
kira dewa yang sengaja membantuku semasa kecil. Tapi apakah semua kebaikan akan
menjadi jembatan cinta?akan menjadi jalan adanya cinta? Atau, apakah kebaikan
persyaratan dari cinta? Oh tidak, bahkan banyak diluar sana yang mencintai
karena benci. Aku tidak pernah memiliki rasa, bahkan aku jahat dan hampir
lupa. Oh God. !!!!
Comments
Post a Comment